Pengembangan Kualitas Kader /Generasi Muda Perspektif al-Qur’an

 


Pengembangan Kualitas Kader /Generasi Muda

Perspektif al-Qur’an

Dalam perspektif al-Qur’an kader atau generasi muda dicontohkan lewat kisah ashabul kahfi, kesalehan dan ketangguhan Nabi Yusuf, kemantapan dan kepatutan Nabi Ismail, dan sebagainya. Juga dalam hadist nabi tentang tujuh golongan yang nanti mendapat naungan di hari akhir, termasuk di dalamnya pemuda yang mampu memelihara hawa nafsunya.

Kader

Kader (generasi penerus) adalah bagian yang amat penting dari Sumber Daya Manusia (SDM) dari suatu negara, karena mereka berada dalam usia produktif karenanya harus memiliki kualitas baik. SDM ini harus terus ditingkatkan mutunya, baik yang menyangkut kualitas fisik, spiritual, dan kualitas kepemimpinan keluarga, masyarakat, dunia usaha dan bangsa.

Yang dimaksud pengembangan dalam hal ini adalah perluasan, peningkatan, pembangunan, ekspansi. Arti kualitas adalah bobot, derajat, jenis,kadar, kaliber, kelas, mutu, nilai, kapasitas, karakter, status, peringkat, taraf, tingkat dan sebagainya (Ekon Endarmoko, 2007: 337). Adapun yang dimaksud kader (generasi muda) adalah mereka yang berusia antara lima belas sampai tiga puluh tahun. Jadi yang dimaksud pengembangan kualitas generasi muda adalah mengembangkan bobot, kapasitas dan peringkat generasi muda agar lebih baik lagi.   

Dalam hal semangat dan idealisme, kader atau generasi muda dikenal sebagai kelompok masyarakat yang memiliki kreatifitas dan gagasan-gagasan baru dalam memandang suatu permasalahan. Apalagi terkait dengan masa depan agama, bangsa dan dalam lingkup suatu lembaga, kader adalah calon pemimpin umat. Kader tidak hanya dijadikan objek, tetapi juga ditempatkan sebagai subjek dalam pengembangan suatu organisasi atau lembaga bahkan bangsa.

Pengembangan sumber daya manusia dalam hal ini kader, suatu lembaga atau organisasi sangat menentukan perkembangan lembaga tersebut. Hidayatullah atau ormas islam lainnya sebagai lembaga yang sedang berkembang telah dan akan terus melakukan berbagai cara untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusianya dalam mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Hidayatullah, terutama dengan kader atau generasi mudanya memiliki sumber daya yang potensial untuk mendukung keberhasilan pengembangan lembaga, usaha ini layak mendapat apresiasi walaupun masih banyak kelemahan dan kekurangannya.

Dasar berfikir dari pembahasan tentang pengembangan kualitas kader perspektif Islam adalah sebagaimana dijelaskan dalam hadist nabi.

المؤمن القوى خير وأحب إلى الله من المؤمن الضعيف (رواه مسلم عن ابي هريرة )

“Seorang mukmin yang kuat (berkualitas) adalah lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada seorang mukmin yang lemah (tidak berkualitas)”. (HR. Muslim dari Abi Hurairah)

Kualitas Fisik Kader

Pengembangan kualitas fisik bagi kader antara lain dengan cukupnya asupan makanan dan minuman yang mengandung gizi, aktif berolahraga dan hal terkait lainnya. Dalam Islam semua makanan dan minuman harus halal dan baik (halalan thoyyiban). Dalam hal ini dijelaskan dalam al-Qur’an dalam surat al-baqarah : 168.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُواْ مِمَّا فِي الأَرْضِ حَلاَلاً طَيِّباً وَلاَ تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ –١٦٨-

Makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuh manusia sangat mempengaruhi kesehatan dan kebugaran fisiknya. Menurut Quraisy Syihab makanan halal adalah makanan yang tidak haram, yakni yang tidak dilarang agama memakannya. Makanan haram ada dua macam yaitu haram karena zatnya, seperti babi, dan bangkai, darah;  yang kedua haram karena sesuatu yang bukan zatnya, seperti makanan yang tidak diizinkan oleh pemiliknya untuk dimakan atau digunakan. Sementara yang dimaksud dengan thayyiban menurut Abdurrahman bin Nasr as-sa’di, adalah makanan yang khabist, yakni makanan yang tidak busuk, kedaluarsa, atau mengandung bakteri-bakteri yang membahayakan kesehatan bila dikonsumsi.

Al-Qur’an sangat menekankan bahwa kualitas makanan yang dikonsumsi manusia ituadalah kualitas makanan yang halal dan baik yang dapat mendatangkan dan menjamin kesehatan.

Menurut Cartesian, sebuah kenyataan menunjukkan  bahwa perkembangan sains modern, telah mendominasi pemikiran manusia pada beberapa dekade terakhir. Dalam pandangan versi ini segala sesuatu dipandang sebagai bagian yang tak terpisahkan satu sama lain. 

Saat ini, sebagian orang menyadari bahwa pendekatan yang dilakukan dalam peningkatan kualitas SDM dari segi fisik saja kurang tepat dansekarang telah terjadi pergeseranparadigma yaitu menuju peningkatan kualitas SDM kea rah yang lebih holistic.

Bagi umat Islam khususunya, tentu saja peningkatan kualitas SDM saat ini tidak hanya dilakukan melalui dimensi fisik saja, tetapi juga menyangkut dimensi non fisik yang meliputi aspek mental (psiko social)dan kecerdasan emosi, selain aspek intelektual. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa aspek non fisik mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan aspek fisik. Berdsarkan hal tersebut maka dalam meningkatkan kualitas SDM, aspek fisik dan non fisik merupakan hal yang tidak bisa dipisahakan.

Meningkatkan aspek non fisik yang menyangkut karakter atau watak dapat dilakukan melalui perbaikan kepengasuhan anak (parenting education) secara eksplisit bagi orang tua, termasuk air susu inu (ASI) yang cukup dan bukan hanya bernilai gizi tapi juga membina kedekatan dan komunikasi yang intens antara ibu dan bayinya.

 

Kualitas Spiritual Kader

Pengembangan kualitas spiritual kader harus terus ditingkatkan, bahkan hal ini merupakan yang terpenting dalam kehidupan seorang kader. Seseorang yang keimanannya mengakar semenjak muda tentunya ia akan lebih mudah dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan tantangan. Oleh karena itu Islam sangat  memperhatikan pendidikan spiritual semenjak semenjak usia dini.

Senada dengan QS Luqman ayat 13-19

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ -١٣- وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ -١٤- وَإِن جَاهَدَاكَ عَلى أَن تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفاً وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ -١٥- يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِن تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ فَتَكُن فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ -١٦- يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ -١٧- وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحاً إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ -١٨- وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِن صَوْتِكَ إِنَّ أَنكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ -١٩-

Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, “Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalahbenar-benar kezaliman yang besar”.

“Dan Kami Perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tua-nya. lbunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu”.

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian hanya kepada-Ku tempat kembalimu, maka akan Aku Beritahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.

(Luqman berkata), “Wahai anakku! Sungguh, jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di bumi, niscaya Allah akan memberinya (balasan). Sesungguhnya Allah Maha Halus.

“Wahai anakku! Laksanakanlah shalat dan suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting”.

“Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.Dan sederhanakanlah dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai”.

Al-Qur’an menggunakan kata yaizuhu terambil dari kata wa’aza yaitu nasehat menyangkut berbagai kebajikan dengan cara menyentuh hati. Adapun kata bunayya adalah patron yang menggambarkan kemungilan. Asalnya adalah ibni dari kata ibn yakni anak lelaki.

            Wasiat Luqman dalam surat ini mencakup dasar-dasar agama yaitu ; akidah, tata karma bergaul, penyucian diri, dan kegiatan harian. Secara ringkas kesimpulan dari ayat-ayat di atas adalah sebagai berikut : pertama, Allah telah memberikan hikmah dan kearifan kepada Luqman. Kedua, bersyukur kepada Allah bukan untuk kepentingannya, tetapi faedahnya akan diperoleh orang yang bersyukur itu sendiri. Ketiga, Luqman mewasiatkan kepada anaknya hal-hal berikut ; mengesakan Allah dan tidak mempersekutukan-Nya; berbakti kepada orang tua sepanjang keduanya tidak menyuruh berbuat maksiat kepada Allah; beramal salih, mendirikan shalat, mengajak manusia berbuat ma’ruf, dan mencegah dari perbuatan mungkar.

Kualitas Intelektual Kader

            Kata intelektual berasal dari bahasa Inggris “intellectual” yang berarti “having or showing good mental power dan understanding” (memiliki atau menunjukkan kekuata-kekuatan mental dan pemahaman yang baik). Sedangkan intellect diartikan sebagai “the power of the mind by which we know, reason and think” (kekuatan pikiran yang dengannya kita mengetahui, menalar, dan berfikir).    

            Pengembangan kualitas intelektual antara lain dapat dilakukan dengan pendidikan formal dan non formal serta cukupanya latihan kecerdasan (intellectual axercise) dalam kehidupan kader/generasi muda, baik secara akademik maupun secara non akademik.

            Institusi yang paling berperan dalam hal ini adalah keluarga, karena keluarga merupakan lingkungan pertama (madrosatul ula) yang membentuk perkembangan keperibadian seseorang melalui pengasuhan yang tepat yang dilakukan orang tua. Institusi lain yang juga penting untuk membangun karakter atau watak anak adalah sekolah, melalui pendidikan karakter yang menekankan pada aspek pengetahuan (knowing the good), loving the good, dan acting the good. Selain itu paradigma pendidikan di sekolah harus melibatkan tidak hanya aspek kognitif dan fisik (otak kiri), namun juga melibatkan aspek emosi dan spiritual (otak kanan). 

            Manusia hendaknya mempergunakan akal sehatnya secara rasional untuk memahami ajara-ajaran agama, disertai dengan keyakinannya yang mantap. Pembentukan suasana pemikiran yang ilmiah, diterangkan oleh Yusuf al-Qoradawi sebagai berikut :

Pertama, tidak mau menerima suatu pendapat tanpa dalil, karena teori tentang pentingnya pembuktian atas pemikiran diterangkan dalam Qur’an surat an-Naml:64

Kedua, menolak setiap perkiraan,yang sebenarnya membutuhkan keyakinan yang pasti dan pengetahuan yang mantap. Oleh karena itu al-Qur’an menolak anggapan kaum musyrik terhadap Tuhan-Tuhan mereka. Lihat al-Qur’an surat an-Najm : 28. Dalam sebuah hadist dikatakan :

إياكم والظن فإن الظن أكذب الحديث (رواه البخارى ومسلم عن أبي هرير ة)

“Hati-hatilah kalian dari berprasangka karena prasangka adalah perkataan yang paling dusta” (HR. bukhari Muslim dari Abi Hurairah).

Ketiga; emosi, hawa nafsu, pertimbangan pribadi yang menuntut keberpihakan, dan topik yang tidak terarah, tempat terjadinya interaksi antar berbagai hal dan undang-undang. Tentang orang musyrik yang mengikuti hawa nafsunya, Allah mengingkari mereka dijelaskan dalam al-Qur’an surat an-Najm : 21.

Keempat; menolak kejumudan, taklid dan ikut-ikutan pendapat leluhur, orang dan masyarakat yang berada dalam kesalahan/kesesatan.

Kelima; mempunyai perhatian terhadap pengamatan, pemikiran dan perenungan. Allah berfirman dalam surat al-A’raf /7:185 yang artinya:

Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala apa yang diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya waktu (kebinasaan) mereka? Lalu berita mana lagi setelah ini yang akan mereka percayai”.

Dalam hal perhatian terhadap pengembangan kualitas intelektual, hendaknya kader memperhatikan al-Qur’an yang dalam banyak ayat menyebutkan ; afalaa ta’kiluun, afalaa tatafakkarun, afala tatadabbarun dan yang semisal dengannya.   

            Jadi, jelaslah bahwa melalui pendekatan holistik dalam meningkatkan kualitas kader (SDM) diharapkan kader yang terbentuk nantinya adalah berkembangnya seluruh dimensi kemanusiaannya (fisik, akademik, kreatifitas, emosi, sosial dan spiritual) sehingga dapat menjadikan mereka individu yang memiliki kepedulian dan kasih sayang kepada lingkungan sekitarnya.

Kualitas Kepemimpinan Kader

Bicara pemimpin dan kepemimpinan adalah suatu hal yang harus dikuasi oleh setiap kader. Belajar kepemimpinan dimulai dari belajar memimpin diri sendiri, memimpin keluarga dan menjadi pemimpin di tengah masyarakat. Orang beriman diperintahkan untuk memelihara dirinya dan keluarganya dari api neraka. Allah telah menegaskan dalam al-Qur’an surat at-Tahrim/66:6 sebagai berikut ;

Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia Perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.

            Pengembangan kualitas kepemimpinan, harus terus juga ditingkatkan perannya,terutama kepemimpinan dalam masyarakat. Mengenai kepemimpinan dalam masyarakat, setiap muslim termasuk kader yang merasa sebagai makhluk social, tentu merasa terpanggil untuk melaksanakan kewajiban sosial (wajibah ijtimaiyyah). Upaya untuk melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar, dalam kaitan dakwah islamiyah yang lebih luas, mendorong kaum muslimin untuk bertanggung jawab bagi kemajuan komunitasnya. Kualitas kepemimpinan dalam masyarakat ini harus terus ditingkatkan karena perubahan yang terjadi dalam masyarakat sangat cepat.

Selain itu, ada beberapa hal yang harus dimiliki oleh seorang kader terkait dengan sikap mental positif : pertama, tidak mudah untuk menyalahkan orang lain. Misalnya, sebuah lembaga yang bergerak di bidang jasa pendidikan atau lainnya, bila terdapat kesalahan dalam pelaksanaan tugas di lapangan. Pemimpin yang berperilaku negative akan langsung memarahi bawahan tersebut, namun pemimpin yang berperilaku positif, dia tidak langsung memarahi bagian tetapi  yang bersangkutan, namun dia akan memanggil pihak-pihak yang terkait lalu membahasnya kenapa terjadi kesalahan. Dengan demikian tidak ada pihak yang sakit hati merasa terpojokkan.

Kedua, pemimpin seharusnya tidak pilih kasih. Misalnya dalam hal promosi jabatan, karena hal ini akan berakibat kurang baik bagi karyawan yang melihatnya secara obyektif. Kalau yang tidak berprestasi malah dipromosikan membuat sakit hati karyawan lain. Akibatnya suasana kerja tidak menyenangkan, organisasi juga jalan di tempat, mandek.

Ketiga, seorang pemimpin terkadang agak segan mengucapkan terima kasih manakala anak buahnya telah menyelesaikan pekerjaannya. Padahal “dengan mengucapkan terima kasih membuat orang merasa senang dan merasa dihargai”.            

Khatimah

Demikian beberapa bentuk pengembangan kualitas kader atau generasi penerus perspektif al-Qur’an, baik yang menyangkut pengembangan kualitas fisik, kualitas spiritual, kualitas intelektual dan kualitas kepemimpinan di masyarakat. Diharapkan tulisan singkat ini bisa memberikan tambahan wawasan dan pemahaman khususnya bagi para generasi penerus organisasi atau kader di lembaga manapun berada dan bagi siapa saja yang membutuhkan. Wallahu a’lam

By. Mashud

Post a Comment

Previous Post Next Post