Merdeka Belajar Perspektif Al-Qur’an

 



Merdeka Belajar Perspektif Al-Qur’an

Mashud

STAI Luqman Al-Hakim Surabaya

 

Pendahuluan

Al-Qur’an merupakan sumber intelektualitas dan spiritualitas. Ia merupakan sumber rujukan bagi agama dan segala pengembangan ilmu pengetahuan. Al-Qur’an juga merupakan sumber utama inspirasi pandangan orang Islam tentang keterpaduan ilmu pengetahuan dan agama. Manusia memperoleh pengetahuan dari berbagai sumber dan melalui banyak cara dan jalan, tetapi semua pengetahuan pada akhirnya berasal dari Tuhan[1].

Al-Qur’an juga merupakan sumber hukum Islam yang pertama dan utama. Dalam mengkaji setiap permasalahan manusia, Islam menjadikan al-Qur’an sebagai rujukan awal sebelum merujuk pada referensi lainnya. Demikian juga bila Al-Qur’an dikaitkan dengan pengetahuan sosial, termasuk kajian tentang merdeka belajar, maka Al-Qur’an memberikan banyak uraian yang berhubungan dengan merdeka belajar dari berbagai sudut pandang. Tulisan ini akan mengurai lebih jauh tentang merdeka belajar menurut pandangan Al-Qur’an.

Sebagai pedoman hidup, di dalam Al-Qur’an terdapat konsep dan tuntutan hidup bagi manusia, begitu juga mengenai petunjuk ilmu pengetahuan, termasuk tentang merdeka belajar. Belajar menjadi perintah pertama yang ada dalam Al-Qur’an, diawali dengan kata iqro’ (bacalah), dan Allah Swt juga akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan menuntut ilmu[2].

Allah SWT juga memerintahkan manusia untuk membaca dan menjalankan kegiatan belajar. Melepaskan diri dari buta aksara. Menjadi orang-orang berilmu. Memiliki bekal ilmu dan iman dalam menjaga alam dan kehidupan. Mewujudkan Islam yang rahmatan lil’alamin. Menjadi hamba Allah SWT dan membuktikan diri sebagai umat terbaik[3].  

Dalam Islam, belajar merupakan kewajiban setiap muslim (baik laki-laki maupun perempuan). Dan hasil dari belajar (ilmu), harus diamalkan baik untuk diri sendiri maupun bagi orang lain. Pengalaman ilmu harus dilandasi dengan iman dan nilai-nilai moral. Oleh sebab itu, dalam konsep Islam, belajar memiliki dimensi tauhid, yaitu dimensi dialektika horizontal maupun ketundukan vertikal.

Dari uraian tersebut jelas bagi kita bahwa belajar dan memiliki ilmu menjadi sebuah keharusan bila ingin servive dan bertahan hidup menjaga alam semesta ini. Dalam sebuah hadist dijelaskan bahwa, bila seseorang ingin menguasai dunia hendaklah dengan ilmu dan bila ingin menguasai akherat hendaklah dengan ilmu juga, sehingga bisa dikatakan solusi meguasai dunia dan akherat adalah dengan bekal ilmu. Untuk memiliki ilmu tersebut kita bebas menentukan cara dan bidang ilmu apa yang kita akan tekuni sesuai minat dan bakat. Inilah salah satu makna istilah merdeka belajar menurut hemat penulis.

Hakekat Merdeka Belajar

Mengawali uraian tentang hakekat merdeka belajar, perlu diketahui bahwa definisi merdeka dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia[4] yaitu bebas dari perhambaan, penjajahan, dan sebagainya. Adapun belajar[5] diartikan berusaha mengetahui sesuatu atau berusaha memperoleh ilmu pengetahuan. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa merdeka belajar merupakan suatu proses atau usaha secara bebas, leluasa dan tidak terikat atau tergantung pada suatu cara atau metode tertentu dalam memperolah ilmu pengetahuan dan keterampilan atau skills.

Kegiatan belajar akan mencapai derajat hakekat merdeka belajar yang sesungguhnya ketika belajar dibangun untuk meraih nilai ruhiyah (qimah ruhiyah), yaitu belajar yang lahir dari kesadaran seseorang akan hubungannya dengan Sang pencipta. Bahwa belajar (thalabul ilmi) adalah perintah Allah Swt. Belajar dilakukan untuk mengharapkan ridha dan pahala dari Allah Swt. Pemahaman demikian inilah yang menjadikan belajar sepanjang hayat (long life education) bisa terwujud, dan belajar yang demikian inilah yang barokah. Belajar menjadikan bertambahnya kebaikan pada diri penuntutnya baik dalam urusan agama maupun dunianya.

Adapun ketika belajar karena untuk “meraih pekerjaan dan ekonomi semata”, maka nilai yang diraih manusia hanyalah nilai materi (qimah madiyah). Jauh dari keberkahan, jauh dari bertambahnya kebaikan. Semakin banyak ilmu yang diperoleh, semakin banyak gelar yang diperoleh, pekerjaan mapan diberikan pula oleh Allah Swt, namun semua itu menjauhkan manusia dari ketaatan kepada Allah Swt, hal ini harus dihindari.

Inilah hakekat merdeka belajar yang perlu dibangun dan ditanamkan kepada diri pembelajar, mulai pendidikan dasar (anak-anak) sampai pendidikan tinggi (dewasa). Sehingga sejak dini mereka sadar amanah untuk terus belajar (menuntut ilmu). Belajar tidak hanya dicukupkan dengan sekolah di lembaga pendidikan formal. Juga tidak berhenti dengan diperolehnya ijazah. Tapi juga belajar ilmu agama, ilmu umum maupun ilmu kehidupan (life skils).

 

Merdeka Belajar Perspektif Al-Qur’an

Sebagai pedoman dan petunjuk bagi penganutnya, Al-Qur’an mengandung berbagai penjelasan tentang persoalan hidup manusia serta penjelasan tentang berbagai solusi yang terbaik bagi setiap persoalan yang dihadapi. Tak terkecuali tentang belajar (thalabul ilmi).

Al-Qur’an adalah kalam suci Tuhan yang berfungsi sebagai: tanda, petunjuk, rahmat dan syafaat bagi manusia, berdasarkan penegasan Al-Qur’an[6], Syafi’i Ma’arif[7], seperti dikutip dari Ismail R. Faruqi, menjelaskan, bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan yang terbesar dan terindah dengan struktur mental yang sophisticated dan spektakuler[8]. Oleh sebab itu, tidak heran pula kalau ada yang berpendapat, bahwa manusia adalah pencipta kedua setelah Tuhan.

Ini bisa kita saksikan, betapa manusia dianugerahi rasio oleh Tuhan itu bisa menciptakan kreasi yang canggih berupa sains dan teknologi. Sementara malaikat diperintah sujud kepadanya karena tak mampu melakukan kompetisi intelektual dengan makhluk manusia yang diciptakan dengan tanah liat kering itu[9]  di dalam memahami dunia ciptaan-Nya secara konseptual.

Kelebihan intelektual inilah yang membuat manusia lebih unggul dari makhluk lainnya. Tetapi ia pun juga bisa menjadi makhluq hina, bahkan lebih hina dari binatang, jika ia berbuat destruktif, melepaskan imannya[10]. Oleh sebab itu, sebagai makhluk terbaik manusia ia dituntut agar dengan sadar bersedia memikul tanggung jawab moral bagi tegaknya suatu tatanan sosial politik yang adil dan beradab[11].

Kelebihan manusia dibanding makhluq lain dalam uraian tersebut menunjukkan bahwa manusia melakukan aktifitas merdeka belajar atau bebas dan mampu mengkaji isi al-Qur’an dan mengamalkannya, sehingga dikatakan sebagai makhluq terbaik.

Merdeka belajar dalam kajian Islam yang bersumber dari al_Qur’an dan hadist tidak memisahkan pengembangan sains dan teknologi (menggali, memahami dan mengembangkan) intelektual ke arah pengenalan dan pendekatan diri pada Tuhan Yang Maha Agung (divine-unity). Ini juga berarti, bahwa merdeka belajar dalam Islam bertujuan untuk memperoleh kesejahteraan umat manusia dan lingkungannya dengan motivasi ibadah[12].

Oleh sebab itu merdeka belajar atau segala aktivitas yang berkaitan dengan ilmu dan pengembangannya harus dipertanggungjawabkan secara moral kepada Allah SWT[13]. Karena pendidikan dan belajar dalam Islam bertujuan untuk mengembangkan ilmu dan mengabdi kepada Allah SWT, maka sistem moralnya pun harus dibangun dan bersumber dari norma-norma Islam tersebut (wahyu).

Penutup

Dari beberapa uraian tentang merdeka belajar tersebut dapat dikatakan bahwa merdeka belajar dalam penjelasan Al-Qur’an banyak mengenai hubungan ilmu, amal dan iman[14]. Dari banyak ayat Al-Qur’an ini kita dapat menarik kesimpulan, bahwa antara ilmu, amal dan iman menjadi sangat penting bagi umat manusia untuk menjadi khalifah di bumi ini. Ilmu menjadi bekal untuk beramal, dan amal baru bisa dinilai baik, shaleh jika dipancarkan dari iman. Iman memberi dasar moral, amal shaleh diwujudkan dalam bentuk kongkrit. Jadi terdapat hubungan yang organik antara ilmu, iman dan amal shalih.

Merdeka belajar menurut al-Qur’an dapat ditempuh dengan memahamkan akan hubungan manusia dengan Tuhannya (al-Khaliq). Dimana Allah SWT menghendaki manusia untuk belajar (menuntut ilmu) sebagaimana perintah dalam Al-Qur’an surat Al-Alaq ayat 1-5 dan Al-Mujadilah ayat 11. Sehingga belajar adalah kewajiban sekaligus kebutuhan manusia. Pemahaman inilah yang mendorong manusia untuk belajar atas kesadaran sendiri. Sehingga tidak ada keterpaksaan sekolah, tidak alergi, juga tidak takut dengan ujian. Karena ujian merupakan bagian integral dari belajar itu sendiri. Dan merupakan perkala alamiyah yang dilakukan guru atau lembaga atau Negara dalam mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.

Dengan demikian merdeka belajar akan tercapai ketika seorang pelajar atau mahasiswa karena dorongan qimah ruhiyah, meraih ridha Allah Swt. Dan memandang belajar atau menuntut ilmu bagian dari ibadah kepada sang pemilik ilmu (Allah Swt). Merdeka belajar tidak terkait dengan adanya ulangan yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan ataupun Negara, akan tetapi merdeka belajar terkait dengan daya dorong seseorang untuk belajar.

 

DAFTAR  PUSTAKA

 

Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail, Al-Shahih al-Bukhari, Beirut: Dar al-Fikr.tt.

 

Bigge. Morris, L, Learning Theories For Teacher, New York Harper&Row, 1982.

 

Blom, Benjamin S, et. al, Taxonomy of Education Obyektive The Classification  of Education Goal, New York, David McKey, 1990.

 

Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya. Depag RI, 2010

 

Imam Barnadib, Filsafat pendidkan: Sistem Dan Metode, Yogyakarta, Andi ofset, 1988

 

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

 

Koentowibisono, Beberapa Hal Tentang Filsafat Ilmu, Sebuah Sketsa Umum Sebagai Pengantar Untuk Memahami Hakekat Ilmu dan Kemungkinan Pengembangannya, Yogyakarta, IKIP PGRI, 1988.

 

M. Arifin, Filsafat Pendiddikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara 1991.

 

Munawar Ahmad Anees, “Menghidupkan Kembali Ilmu” dalam Al-Hikmah, Jurnal studi-studi Islam, Juli Oktober 1991.

 

Soedewo, Ilmu Pengetahuan dan Agama.  Jakarta: Rineka Cipta, 2007

 

Seyyed Hoesen Nasr, Scinence and Civilization in Islam The New American Library, 1970.

 

Syafi’i  Maarif, AhmadPosisi Umat Islam Terhadap Perkembangan Teknologi Modern”, dalam Ahmad  Busyairi dan Azharuddin Sahil (peny.), Tantangan Pendidkan Islam Yogyakarta, LPM UII, 1987.

 

Sumadi Suryabrata, Proses Belajar mengajar Di Perguruan Tinggi, Yogyakarta, Andi Ofset, 1983.

 

 



[1]Soedewo, Ilmu Pengetahuan dan Agama.  (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), 5

[2] Hal ini Allah Swt jelaskan dalam surat al-Alaq ayat 1-5 dan al-Mujadilah ayat 11.

[3] Lihat (QS. Ali Imran: 110).

[4] Kamus Besar Bahasa Indonesia, h.945

[5] Ibid. h.24

[6] Lihat (QS. Al–Isra’: 29 dan QS. Ar-Rum : 72).

[7]Syafi’i Maarif, Ahmad “Posisi Umat Islam Terhadap Perkembangan Teknologi Modern”, dalam Ahmad  Busyairi dan Azharuddin Sahil (peny.), Tantangan Pendidkan Islam Yogyakarta, LPM UII, 1987.

[8] Lihat (QS. At-Tin : 4)

[9] Lihat (QS. Al-Isra’: 28-30; Shad : 71-73)

[10] Lihat : QS. At-Tin : 5-6 dan QS. Al-A’raf : 179.

[11] Tuntutan itu tercermin dalam beberapa ayat Al-Qura’an surat An-Nahl : 90 ; Ali-Imron : 104, 114 ; Al-Hajj : 41 ; Al-Ahzab : 72.

[12] Lihat, QS. Az-Zariayat : 56.

[13] Lihat QS Al-Baqarah : 286.

[14] Lihat misalnya QS. Al-Baqarah : 82, 227 ; Ali-Imran : 57 ; An-Nisa’ : 57, 122 dan seterusnya).

Post a Comment

Previous Post Next Post