Communico-Effective: Perspektif Baru Kajian Komunikasi Efektif



Communico-Effective: Perspektif Baru Kajian Komunikasi Efektif

Oleh. Mashud 

Abstrak
Kajian komunikasi efektif dalam beberapa literatur buku komunikasi dan hasil penelitian belum ada yang mengkaji secara khusus tentang komunikasi efektif dengan berbagai ruang lingkupnya. Tulisan ini mencoba memberikan jawaban dari persoalan tersebut. Dalam kajian komunikasi terdapat delapan komponen komunikasi yaitu komunikator, komunikan, pesan, media, noise atau gangguan, efek, konteks, dan umpan balik. Dari delapan komponen tersebut akan dibahas tiga komponen dominan yang menjadi tolak ukur sebuah komunikasi dikatakan efektif. Ketiga komponen tersebut yaitu, komunikator efektif (communicator effective), pesan efektif (message effective) dan komunikan efektif (communicate effective). Setelah melalui berbagai kajian literatur ditemukan indikator atau standar untuk mengukur sebuah komunikasi dikatakan efektif atau tidak. Beberapa indikator atau standar yang ada pada setiap komponen yaitu komunikator efektif memiliki indikator; komunikator harus credibel, cafable, simpatik, antusias, respek, empatik, dan lain-lain.  Pesan efektif, indikator efektifnya antara lain yaitu ; pesan harus clarity, pesan yang jelas, tepat ucapan dan  tidak menimbulkan multi interpretasi, pesan harus audible yaitu pesan diterima dan dimengerti dengan baik oleh komunikan.  Berikutnya komunikan efektif indikatornya adalah komunikan bisa saling memahami, pengertian, dan menimbulkan kesenangan antara kedua belah pihak, komunikan tergugah dengan isi pesan dan menimbuhkan penghargaan, komunikan berubah perilakunya (internalisasi atau internalization; perubahan perilaku komunikan), komunikan puas dan meniru pikiran dan perilaku komunikatornya (identifikasi diri atau self identification), dan komunikan tunduk dan taat pada komunikator karena faktor power komunikator (ketundukan atau compliance).   

Key words: Komunikasi efektif, komunikator efektif, pesan efektif, komunikan efektif.

Pendahuluan
Menurut B. Aubrey Fisher[1] selama lebih dari 2500 tahun para dosen dan para ahli teori komunikasi manusia telah membahas masalah-masalah yang berhubungan dengan keefektifan komunikasi. Setelah usaha yang berabad-abad untuk memecahkan masalah ini, hasilnya tetap belum terpecahkan, namun dalam perkembangannya komunikasi efektif bisa dilihat dari dua sudut pandang yaitu, keefektifan proses komunikasi itu sendiridan standar atau kriteria untuk menentukan komunikasi itu efektif. Di sisi lain ketika membahas komunikasi efektif dalam kajian komunikasi, maka bentuk komunikasi yang paling efektif dibanding bentuk komunikasi lainnya adalah bentuk komunikasi interpersonal atau komunikasi antarpribadi. Atas dasar ini maka kajian komunikasi efektif lebih banyak membahas tentang komunikasi interpersonal efektif dengan segala variannya.
Berkomunikasi efektif berarti komunikator dan komunikan sama-sama memiliki pengertian yang sama tentang suatu pesan. Oleh karena itu, dalam bahasa asing orang menyebutnya “the communication is in tune”, yaitu kedua belah pihak yang berkomunikasi sama-sama mengerti apa pesan yang disampaikan.
Menurut Jalaluddin Rahmat[2] dalam bukunya Psikologi Komunikasi bahwa komunikasi yang efektif ditandai dengan adanya pengertian, dapat menimbulkan kesenangan, mempengaruhi sikap, meningkatkan hubungan sosial yang baik, dan pada akhirnya menimbulkan suatu tindakan.
Menurut Hardjana (2003), dikutip Suranto (2011) komunikasi efektif dalam kontek komunikasi interpersonal adalah apabila pesan diterima dan dimengerti sebagaimana dimaksud oleh pengirim pesan, pesan ditindaklanjuti dengan sebuah perbuatan secara sukarela oleh penerima pesan, dapat meningkatkan kualitas hubungan antarpribadi, dan tidak ada hambatan untuk hal itu[3].
Berdasarkan pengertian tersebut komunikasi interpersonal dikatakan efektif apabila memenuhi tiga persyaratan utama, pertama yaitu pesan yang dapat diterima dan difahami oleh komunikan sebagaimana dimaksud oleh komunikator, kedua ditindaklanjuti dengan perbuatan secara sukarela, dan ketiga meningkatkan kualitas hubungan antarpribadi. Berikut uraian lebih jelasnya dari tiga pernyataan tersebut.
Pertama, pengertian yang sama tentang makna pesan. Maksudnya bahwa salah satu indikator yang dapat digunakan sebagai ukuran komunikasi dikatakan efektif adalah apabila makna pesan yang dikirim oleh komunikator sama dengan makna pesan yang diterima oleh komunikan. Pada tataran empiris, seringkali terjadi mis-komunikasi yang disebabkan oleh komunikan memahami makna pesan tidak sesuai dengan yang dimaksudkan oleh komunikator.
Kedua, melaksanakan pesan secara sukarela. Maksudnya bahwa komunikan menindaklanjuti pesan tersebut dengan perbuatan dan dilakukan secara sukarela, tidak karena terpaksa. Komunikasi interpersonal yang efektif mampu mempengaruhi emosi pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi itu ke dalam suasana yang nyaman, harmonis, dan bukan sebagai suasana yang tertekan.
Ketiga, meningkatkan kualitas hubungan antarpribadi. Maksudnya efektifitas dalam komunikasi interpersonal akan mendorong terjadinya hubungan yang positif terhadap rekan, keluarga dan kolega. Hal ini disebabkan pihak-pihak yang saling berkomunikasi merasakan manfaat dari komunikasi itu, sehingga merasa perlu untuk memelihara hubungan antarpribadi[4].
Berbagai uraian tentang komunikasi efektif dari berbagai sudut pandang tersebut terdapat beberapa prinsip-prinsip berkomunikasi secara efektif antara lain : menciptakan suasana yang menguntungkan; menggunakan bahasa yang mudah ditangkap dan dimengerti; pesan yang disampaikan dapat menggugah perhatian atau minat di pihak komunikan; pesan dapat menggugah kepentingan di pihak komunikan yang dapat menguntungkannya; pesan dapat menumbuhkan suatu penghargaan atau reward di pihak komunikan, dan pesan yang disampaikan tidak hanya dipahami tapi juga dilaksanakan dalam kehidupan nyata[5]. Tulisan ini berusaha memberikan jawaban atas luasnya kajian komunikasi efektif tersebut, dengan batasan kajian komunikasi efektif dengan menggali aspek standar atau indikator yang ada pada komunikator efektif, pesan efektif dan komunikan efektif.

Tujuan dan Bentuk Komunikasi Efektif
Tujuan komunikasi efektif adalah memberi kemudahan dalam memahami pesan yang diberikan. Sedangkan bentuk komunikasi efektif  dibagi dua bagian[6] yaitu komunikasi verbal efektif dan komunikasi non verbal efektif. Komunikasi verbal efektif memiliki indikator : berlangsung secara timbal balik, makna pesan ringkas dan jelas,  bahasa mudah dipahami  cara penyampaian mudah diterima, disampaikan secara tulus,  mempunyai tujuan yang jelas, memperlihatkan norma yang berlaku, dan disertai dengan humor. Sedangkan yang perlu diperhatikan dalam komunikasi non verbal adalah : penampilan fisik, sikap tubuh dan cara berjalan,  ekspresi wajah, dan sentuhan.
Unsur-unsur yang perlu diperhatikan dalam membangun komunikasi efektif adalah berhadapan, mempertahankan kontak mata, membungkuk ke arah klien, mempertahankan sikap terbuka, dan tetap relax.

Fungsi Komunikasi Efektif
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa kajian komunikasi efektif banyak berhubungan dengan komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal dianggap efektif, jika orang lain memahami pesan komunikator dengan benar, dan memberikan respon sesuai yang diinginkan.
Beberapa fungsi komunikasi efektif yaitu pertama, membentuk dan menjaga hubungan baik antarpribadi, kedua menyampaikan pengetahuan atau informasi. Ketiga, mengubah sikap dan perilaku, keempat pemecahan masalah hubungan antarmanusia, kelima citra diri menjadi lebih baik, dan ke enam  jalan menuju sukses.
Fungsi komunikasi interpersonal yang efektif sebagai bagian dari kajian komunikasi efektif dalam kajian ini dapat digambarkan sebagai berikut, seperti divisualisasikan dalam gambar  berikut ini :
 




Text Box: Jalan menuju sukses 

 




Gambar : 2.1 Komunikasi Interpersonal Efektif

Penunjang dan Penghambat Komunikasi Efektif
Penunjang Komunikasi efektif  dalam komunikasi interpersonal
Devito seperti dikutip Suranto[7], mengemukakan lima sikap positif yang perlu dipertimbangkan ketika seseorang merencanakan komunikasi interpersonal. Lima sikap positif tersebut meliputi :
a. Keterbukaan (Oppennes)
Keterbukaan adalah sikap dapat menerima masukan dari orang lain, serta berkenan menyampaikan informasi penting kepada orang lain. Hal ini tidaklah berarti bahwa orang harus dengan segera membukakan semua riwayat hidupnya, tetapi rela membuka diri ketika orang lain menginginkan informasi yang diketahuinya. Sikap keterbukaan ditandai adanya kejujuran dalam merespon segala stimuli komunikasi. Tidak berkata bohong dan tidak menyembunyikan informasi yang sebenarnya. Dalam proses komunikasi interpersonal, keterbukaan menjadi salah satu sikap yang positif. Hal ini disebabkan, dengan keterbukaan maka komunikasi interpersonal akan berlangsung secara adil, transparan, dua arah dan dapat diterima oleh semua pihak yang berkomunikasi.
b. Emphaty (merasa menjadi orang lain)
Emphaty adalah kemampuan seseorang untuk merasakan kalau seandainya menjadi orang lain, dapat memahami sesuatu yang sedang dialami orang lain, dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain, dan dapat memahami sesuatu persoalan dari sudut pandang orang lain, melalui kacamata orang lain.
Orang yang berempati mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka. Dengan kata lain emphaty dapat menjadi filter agar kita tidak mudah menyalahkan orang lain. Namun kita dibiasakan untuk dapat memahami esensi setiap keadaan tidak semata-mata berdasarkan cara pandang kita sendiri, melainkan juga menggunakan sudut pandang orang lain. Hakekat emphaty adalah pertama, usaha masing-masing pihak untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain, kedua, dapat memahami pendapat, sikap, dan perilaku orang lain.
c. Sikap mendukung
Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung (supportiveness). Artinya masing-masing yang berkomunikasi memiliki komitmen untuk mendukung terselnggaranya interaksi secara terbuka. Oleh karena itu respon yang relevan adalah respon yang bersifat spontan dan lugas, bukan respon yang bertahan dan berkelit. Pemaparan gagasan bersifat deskriptif naratif, bukan bersifat evaluatif. Sedangkan pola pengambilan keputusan bersifat akomodatif, bukan intervensi yang disebabkan rasa percaya diri yang  berlebihan.
d. Sikap positif (positiveness)
Sikap positif ditunjukkan dalam bentuk sikap dan perilaku. Dalam bentuk sikap maksudnya adalah bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi interpersonal harus memiliki perasaan dan pikiran positif, bukan prasangka dan curiga. Dalam bentuk perilaku, artinya bahwa tindakan yang dipilih adalah yang relevan dengan tujuan komunikasi interpersonal, yaitu secara nyata melakukan aktivitas untuk terjalinnya kerjasama. Sikap positif dapat ditunjukkan dengan berbagai perilaku dan sikap, antara lain : menghargai orang lain, berfikiran positif terhadap orang lain, tidak menaruh curiga secara berlebihan, meyakini pentingnya orang lain, memberikan pujian dan penghargaan dan komitmen menjalin kerjasama.
e. Kesetaraan (equality)
Kesetaraan adalah pengakuan bahwa kedua belah pohak memiliki kepentingan, kedua belah pihak sama-sama bernilai dan berharga serta saling membutuhkan. Memang secara alamiah ketika dua orang berkomunikasi secara interpersonal, tidak pernah tercapai suatu situasi yang menunjukkan suatu kesetaraan atau kesamaan secara utuh diantara keduanya. Pastilah yang satu lebih kaya, lebih pintar, lebih muda, lebih pengalaman, dan sebagainya. Namun kesetaraan yang dimaksud di sini adalah berupa pengakuan atau kesadaran, serta kerelaan untuk menempatkan diri setara (tidak ada yang superior atau inferior) dengan partner komunikasi. Dengan demikian dapat dikemukakan indikator kesetaraan, meliputi : Menempatkan diri setara dengan orang lain, menyadari akan adanya kepentingan yang berbeda, mengakui pentingnya kehadiran orang lain, tidak memaksakan kehendak, komunikasi dua arah, saling memerlukan, dan suasana komunikasi : akrab dan nyaman[8].
Faktor Penghambat Komunikasi
Meskipun seseorang sudah berusaha untuk berkomunikasi dengan sebaik-baiknya, namun komunikasi dapat menjadi gagal karena berbagai alasan. Usaha untuk berkomunikasi secara memadai kadang-kadang diganggu oleh hambatan tertentu. Faktor-faktor yang menghambat efektifitas komunikasi interpersonal dapat disebutkan di bawah ini : pertama, kredibilitas komunikator rendah; komunikator yang tidak berwibawa di hadapan komunikan, menyebabkan berkurangnya perhatian komunikan terhadap komunikator. Kedua, kurang memahmi latar belakang sosial dan budaya; nilai-nilai sosial budaya yang berlaku di suatu komunitas atau masyarakat harus diperhatikan, sehingga komunikator dapat menyampaikan pesan dengan baik, tidak bertentangan dengan nilai-nilai sosial budaya yang berlaku.
Ketiga, kurang memahami karakteristik komunikan; karakteristik komunikan meliputi tingkat pendidikan, usia, jenis kelamin, dan sebagainya perlu dipahami oleh komunikator. Apabila komunikator kurang memahami, cara komunikasi yang dipilih mungkin tidak sesuai dengan karakteristik komunikan dan hal ini dapat menghambat komunikasi karena dapat menimbulkan kesalahpahaman. Keempat, prasangka buruk; prasangka negatif antara pihak-pihak yang terlibat komunikasi harus dihindari, karena dapat mendorong ke arah sikap apatis dan penolakan. Kelima, verbalistis; komunikasi yang hanya berupa penjelasan verbal berupa kata-kata saja akan membosankan dan mengaburkan komunikan dalam memahami makna pesan. Ke-enam, komunikasi satu arah; komunikasi berjalan satu arah, dari komunikator kepada komunikan terus-menerus dari awal sampai akhir, menyebabkan hilangnya kesempatan komunikan untuk meminta penjelasan terhadap hal-hal yang belum dimengerti.
Ketujuh, tidak digunakan media yang tepat; pilihan penggunaan media yang tidak tepat menyebabkan pesan yang disampaikan sukar dipahami oleh komunikan. Kedelapan, perbedaan bahasa; perbedaan bahasa menyebabkan terjadinya perbedaan penafsiran terhadap simbol-simbol tertentu. Bahasa yang kita gunakan untuk berkomunikasi dapat berubah menjadi penghambat bila dua orang mendefinisikan kata, frasa, atau kalimat tertentu secara berbeda. Ketika seorang pimpinan meminta anda menyelesaikan konsep pidato “sesegera mungkin”, apakah itu berarti 10 menit, 10 jam, ataukah satu hari. Ketika seorang juri memberikan predikat “lumayan” kepada peserta kontes penyanyi, apakah itu berarti nilainya 5, 6 ataukah 7. Kesembilan, perbedaan persepsi; apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator dipersepsi sama oleh komunikan, maka keberhasilan komunikasi menjadi lebih baik. Namun perbedaan latar belakang sosial budaya, seringkali mengakibatkan perbedaan persepsi, karena semakain besar perbedaan latar belakang budaya, semakin besar pula pengalaman bersama. Berikut ilustrasi pengaruh perbedaan persepsi terhadap pemahaman makna pesan gambar berikut :

:


 

Berbagi pengalaman sedikit
Berbagai pengalaman cukup besar
Berbagi pengalaman dalam jumlah besar
Persepi tidak sama
Kemiripan persepsi
Kesamaan persepsi
Mekna berbeda
Makna serupa
Makna sangat serupa
Kesalahpahaman
Tingkat pemahaman sedang
Tingkat pemahaman tinggi
Tidak efektif
Kurang efektif
Efektif
Gambar : 2.2
Pengaruh perbedaan persepsi terhadap pemahaman makna pesan

Faktor-faktor penghambat yang diuraikan di atas, pada dasarnya dapat terjadi pada diri komunikator maupun komunikan. Faktor-faktor tersebut menjelma ke dalam sikap (behavior) yang secara otomatis berfungsi sebagai filter bagi masing-masing individu. Kalau sikap yang menonjol adalah prasangka buruk, mengabaikan karakteristik lawan bicara dan sebagainya maka sikap tersebut akan menjadi interpersonal-gap, yang menghambat proses komunikasi interpersonal. Berikut gambar Interpersonal Gap sebagai penghambat komunikasi :
Filter
 
 








Gambar : 2.3
Interpersonal Gap sebagai penghambat komunikasi

Faktor Keefektifan Komunikasi Interpersonal.
Komunikasi interpersonal yang efektif menjadi keinginan semua orang. Dengan komunikasi efektif tersebut, pihak-pihak yang terlibat di dalamnya memperoleh manfaat sesuai yang diinginkan. Ada beberapa faktor yang sangat menentukan keberhasilan komunikasi interpersonal apabila dipandang dari sudut komunikator, komunikan, dan pesan.
1.      Faktor keberhasilan dilihat dari sudut komunikator
a.       Kredebilitas ialah kewibawaan seorang komunikator di hadapan komunikan. Pesan yang disampaikan oleh seorang komunikator yang kredebilitasnya tinggi akan lebih banyak memberi pengaruh terhadap penerima pesan.
b.      Daya tarik ; ialah daya tarik fisik dan non fisik. Adanya daya tarik ini akan mengundang simpati penerima pesan komunikasi. Pada akhirnya penerima pesan akan dengan mudah menerima pesan-pesan yang disampaikan komunikator.
c.       Kemampuan intelektual : ialah tingkat kecakapan, kecerdasan, dan keahlian seorang komunikator, terutama dalam hal menganalisisis suatu kondisi sehingga bisa mewujudkan cara komunikasi yang sesuai.
d.      Integritas atau keterpaduan sikap dan perilaku dalam aktifitas sehari-hari. Komunikator yang memiliki keterpaduan, kesesuaian antara ucapan dan tindakannya akan lebih disegani oleh komunikan.
e.       Keterpercayaan, kalau komunikator dipercaya oleh komunikan maka akan lebih mudah menyampaikan pesan dan mempengaruhi sikap orang lain.
f.        Kepekaan sosial, yaitu suatu kemampuan komunikator untuk memahami situasi di lingkungan hidupnya. Apabila situasi lingkungan sedang sibuk, maka komunikator perlu mencari waktu lain yang lebih tepat untuk menyampaikan suatu informasi kepada orang lain.
g.      Kematangan tingkat emosional, ialah kemampuan komunikator untuk mengendalikan emosinya, sehingga tetap dapat melaksanakan komunikasi dalam suasana yang menyenangkan di kedua belah pihak.
h.      Berorientasi kepada kondisi psikologis komunikan, artinya seorang komunikator perlu memahami kondisi psikologis orang yang diajak bicara. Diharapkan komunikator dapat memilih saat yang paling tepat untuk menyampaikan suatu pesan kepada komunikan.
i.        Komunikator harus bersikap supel, ramah, dan tegas.
2.      Faktor Keberhasilan dilihat dari Sudut Komunikan
a.       Komunikan yang cakap akan mudah menerima dan mencerna materi yang diberikan oleh komunikator.
b.      Komunikan yang mempunyai pengetahuan yang luas akan mudah menerima informasi yang diberikan oleh komunikator.
c.       Komunikan harus bersifat ramah, supel dan pandai bergaul agar tercipta proses komunikasi yang lancar.
d.      Komunikan harus memahami dengan siapa ia berbicara.
e.       Komunikan bersikap bersahabat dengan komunikator.
3.      Faktor keberhasilan dilihat dari sudut pesan
a.       Pesan komunikasi interpersonal perlu dirancang dan disampaikan sedemikian rupa sehingga dapat menumbuhkan perhatian komunikan.
b.      Lambang-lambang yang dipergunakan harus benar-benar dapat dipahami oleh kedua belah pihak, yaitu komunikator dan komunikan.
c.       Pesan-pesan tersebut disampaikan secara jelas dan sesuai dengan kondisi maupun situasi setempat.
d.      Tidak menimbulkan multi interprestasi atau penafsiran yang berlainan.
e.       Sediakan informasi yang praktis, berguna, dan membantu komunikan melakukan tindakan yang diinginkan.
f.        Berikan fakta, buka kesan dengan cara menyampaikan kalimat kongkrit, detail, dan spesifik disertai bukti untuk mendukung opini.
g.      Tawarkan rekomendasi dengan cara mengemukakan langkah-langkah yang disarankan untuk membantu komunikan menyelesaikan masalah yang dihadapi.

Pandangan Ilmuan Komunikasi Tentang Komunikasi Efektif
Konsep Pendekatan Komunikasi Efektif  Menurut B. Aubrey Fisher[9] :
Menurut B. Aubrey Fisher[10], setelah usaha yang berabad-abad  untuk memecahkan masalah kefektifan komunikasi, hasilnya tetap belum terpecahkan, namun dalam perkembangannya komunikasi efektif bisa dilihat dari dua sudut pandang yaitu, “keefektifan proses komunikasi itu sendiri” dan “standar atau kriteria untuk menentukan komunikasi itu efektif”.
Pendekatan klasik dan quintilian menganggap bahwa komunikasi yang efektif adalah gabungan antara ketrampilan yang diperoleh dan karakter moral yang tinggi. Dengan kata lain “orang yang baik akan berbicara dengan baik pula”. Ada empat pendekatan komunikasi efektif yang mengakomodasi dua sudut pandang pada uraian sebelumnya yaitu : Pendekatan pertama  aliran neo aristoteles (Black, 1965) terkait keefektifan komunikasi dilihat dari efek yang ditimbulkan,”berhasilkah”, jika berhasil, maka ia efektif. Pendekatan kedua keefektifan komunikasi adalah pada aspek teknik komunikasi. Perlu ada identifikasi yang baku tentang komunikasi yang baik atau yang buruk. Dalam istilah lain komunikasi efektif itu disertai dengan skill atau keterampilan berkomunikasi. Hal ini berlaku dalam berbagai bidang komunikasi.Pendekatan ketiga yaitu “konsep keefektifan” ; menyesuaikan diri dengan orang lain yang berkomunikasi, menyesuaikan perilakunya – persepsinya – perangkatnya kepada faktor para komunikator lainnya. Istilah lainnya adalah dramatisasi. Atau penyesuaian melalui intraksi strategis dengan pendekatan longitudinal pada saat komunikasi, karena juga ber-multi muka. Pendekatan yang keempat adalah mengevaluasi keefektifan sistem komunikasi secara keseluruhan.
Ke-empat pendekatan konsep komunikasi tersebut, memberikan gambaran bahwa pendekatan komunikasi efektif bisa dilihat dari berbagai sudut pandang. Tolak ukur pertama bahwa sebuah proses komunikasi efektif dikatakan berhasil apabila dilihat dari efek atau hasil komunikasnyai, yaitu jika berhasil mencapai tujuan komunikasi maka ia efektif. Kedua, komunikasi efektif diukur dengan teknik komunikasi yang digunakan yang meliputi skill atau keterampilan, serta adanya identifikasi komunikasi yang baku tentang baik tidaknya sikap dalam berkomunikasi.  Ketiga,  tolak ukur komunikasi efektif yaitu mampu menyesuaikan diri dengan orang lain yang berkomunikasi atau komunikan, menyesuaikan perilaku dan persepsinya dengan komunikan. Dan ke-empat, yaitu mengevaluasi keefektifan sistem komunikasi secara keseluruhan.
Konsep Komunikasi Efektif Joseph A. Devito
Seseorang yang piawai dalam melakukan komunikasi verbal lazim disebut dengan komunikator efektif. Menurut Devito[11], seorang komunikator baru disebut efektif jika memiliki indikator: Credibility, Capability, Clarity, Symphaty dan Enthusiasity.
a.         Credibility (\citra diri)
Credibility maksudnya citra diri. Hal ini berkaitan dengan prestasi, spesifikasi keilmuan, kompetensi, pengalaman dalam bidang yang ditekuni, nama baik, jasa-jasa dalam bidang tertentu, temuan, popularitas, serta dedikasinya terhadap profesi yang ditekuni.
Bagi pembicara yang belum banyak dikenal audience, atau karena jam terbang masih terbatas, MC atau moderator perlu memperkenalkan/ membacakan curriculum vitae-nya. Pengenalan ini perlu, karena mustami’ akan lebih mengenal pembicara sehingga lebih appreciate dan tergerak untuk mendengarkan ceramahnya. Pada saat inilah, audience diam-diam mempertimbangkan, akan mendengarkan dengan sungguh-sungguh, ala kadarnya, atau tidak usah sama sekali.
Membangun kredibilitas atau citra diri berarti membangun kesuksesan penampilan. Tingkat kesuksesan pembicara sangat relatif, tetapi setidak-tidaknya ada tiga kawasan, yang dapat dijadikan tolok ukur: yakni kawasan teknologi, kawasan akademik dan kawasan humanistik. Kredibilitas sang pembicara dalam pandangan audience dibangun berdasarkan kesan yang diperoleh melalui penampilan sang pembicara ditinjau dari ketiga kawasan tersebut di atas. Di samping itu, kredibilitas juga dapat dibangun berdasarkan informasi tentang pembicara yang diperoleh audience baik dari MC / moderator maupun dari sesama audience.
b. Capability  (Kecakapan memadai)
Seorang pembicara efektif dituntut memiliki kecakapan atau kemampuan memadai. Tidak harus pintar sekali memang, tetapi memadai cukup dalam beberapa hal diantaranya: pertama, kecakapan mengemukakan pikiran secara singkat, jelas, tetapi padat. Sehingga dapat meyakinkan audience dengan mudah. Untuk membina kecakapan ini, perlu melakukan beberapa upaya antara lain, membuat persiapan yang matang dan mengemas materi pembicaraan secara sistematis, runtut, dan logis. Kedua, kecakapan mempertahankan pikiran atau pendapat, dalam forum pertemuan yang bersifat dialogis atau komunikasi dua arah seperti dalam diskusi atau seminar. Ketiga, kemampuan mengkoordinasikan dan mengkombinasikan secara tepat komunikasi verbal dan non verbal.


c.       Clarity (Ketepatan ucapan)
Clarity dapat dideskripsikan sebagai kejelasan dan ketepatan ucapan. Penerapan komunikasi verbal banyak bertumpu pada clarity. Sebagai komunikator, seorang pembicara handal dituntut mampu mengkomunikasikan pesan atau informasi kepada audience. Vokal sebagai media pengungkapan ekspresi merupakan media penyampaian informasi melalui pengucapan.
Sampai atau tidaknya penyampaian pesan dari seorang pembicara, banyak ditentukan oleh keterampilan penguasaan teknik vokalnya. Keterampilan tersebut sangat dipengaruhi tingkat kejelasan penyampaian materi atau pesan.
d.      Sympathy (Perhatian lebih dan terbuka)
  Penampilan simpatik seorang pembicara merupakan buah dari perpaduan serasi antara ketulusan, kesabaran dan kegembiraan pembicara yang mampu tampil simpatik sepanjang ceramahnya akan merasa puas dan memuaskan audience. Materi pembicaraan disampaikan dengan cara simpatik, sehingga diikuti dengan penuh antusias dan akhirnya dapat dipahami dengan jelas. Sementara pembicara mendapatkan kepuasan bathiniah, karena melihat wajah-wajah yang penuh antusiasme dan puas dengan apa yang didapatkan darinya.
Indikator penampilan simpatik seorang pembicara dapat dideteksi melalui intensitas senyum, kontak mata, keramahan sikap, keterbukaan penampilan, serta keceriaan wajah. Bagi pembicara yang memiliki open face, tidak terlalu sulit baginya untuk bersikap simpatik. Tetapi seorang pembicara yang termasuk kategori neutral face memerlukan usaha, dan bagi pemilik close face dituntut kerja keras dalam berlatih.
e.  Enthusiasity (Antusias)
Orang Indonesia menyebut istilah di atas dengan antusiasme. Audience cenderung lebih menyenangi pembicara yang tampil antusias, yang tercermin dari semangat tinggi, gerak lincah, penampilan energik, stamina yang fit, wajah berseri-seri. Audience tidak menyukai pembicara yang tampil tanpa antusiasme, misalnya, terlihat loyo, lesu, letih, letoy dan lemas. Apalagi wajahnya melankolis, mengesankan sendu, sedih, nampak tertekan, tidak berbahagia atau tampil terpaksa.
Untuk dapat tampil antusias atau gairah tinggi, seorang pembicara harus memiliki fisik sehat serta hati yang gembira. Sulit rasanya membayangkan seorang pembicara yang sedang tidak enak badan atau sakit, dapat tampil prima penuh antusiasme. Jangankan dalam keadaan sakit, dalam keadaan sehat pasca sakit pun seorang pembicara masih membutuhkan proses adaptasi, sebelum dapat tampil energik penuh antusiasme.
Dalam keadaan sehat, pembicara memiliki peluang tampil antusias, karena tampak fit, fresh, segar, tegar, bugar, lincah, bergerak, penuh aksi, ringan tubuh, dan luwes. Semua ini dapat memancing antusiasme audience untuk mengikuti ceramah. Meskipun menyenangi pembicara yang antusias dan lincah, namun demikian audience tidak menyenangi sikap yang berlebihan, terlebih jika sikap tersebut mengarah kepada kesan kenes, genit, sombong dan over acting.
 Efektifitas komunikasi sangat ditentukan oleh kelima hal di atas. Siapapun orangnya, jika menguasai kelima hal tersebut niscaya akan mampu menjadi pembicara handal, karena memiliki daya pikat untuk memukau audience.
Konsep Komunikasi efektif  Perspektif Kelman
Menurut Kelman dipandang dari komponen komunikan, komunikasi efektif akan terjadi jika komunikan mengalami : internalisasi (internalization), identifikasi diri (self identification), dan ketundukan (compliance)[12].
Pertama, komunikan mengalami proses internalisasi, jika komunikan menerima pesan yang sesuai dengan sistem nilai yang dianut. Komunikan merasa memperoleh sesuatu yang bermanfaat, pesan yang disampaikan memiliki rasionalitas yang dapat diterima. Internalisasi bisa terjadi jika komunikatornya memiliki ethos atau kredibility (ahli dan dapat dipercaya), karenanya komunikasi bisa efektif.
Kedua, Identifikasi terjadi pada diri komunikan, jika komunikan merasa puas dengan meniru atau mengambil pikiran atau perilaku dari orang atau kelompok lain (komunikator). Identifikasi akan terjadi pada diri komunikan jika komunikatornya memiliki daya tarik (attractiveness), karenanya komunikasi akan efektif.
Ketiga, Ketaatan pada diri komunikan akan terjadi, jika komunikan yakin akan mengalami kepuasan, mengalami reaksi yang menyenangkan, memperoleh reward (balasan positif) dan terhindar dari punishment (keadaan, kondisi yang tidak enak) dari komunikator, jika menerima atau menggunakan isi pesannya. Biasanya ketaatan atau ketundukan akan terjadi bila komunikan berhadapan dengan kekuasaan (power) yang dimiliki komunikator. Yang demikian bisa menghasilkan komunikasi yang efektif.
Bila divisualisasikan teori ini akan menjadi model sebagai berikut :
 








Gambar : 2.4
Visualisasi Komunikasi Efektif berbasis komunikan

Perspektif Ilmuan Komunikasi Mainstream
Menurut Jalaludin Rahmat dalam bukunya Psikologi Komunikasi[13] menyebutkan, komunikasi yang efektif ditandai dengan adanya pengertian, dapat menimbulkan kesenangan, mempengaruhi sikap, meningkatkan hubungan sosial yang baik, dan pada akhirnya menimbulkan suatu tindakan.
Syarat-syarat untuk berkomunikasi secara efektif adalah antara lain : menciptakan suasana yang menguntungkan, menggunakan bahasa yang mudah ditangkap dan dimengerti, pesan yang disampaikan dapat menggugah perhatian atau minat di pihak komunikan, pesan dapat menggugah kepentingan di pihak komunikan yang dapat menguntungkannya, pesan dapat menumbuhkan suatu penghargaan atau reward di pihak komunikan.
Berbicara tentang minat atau awareness di pihak komunikan[14], dapat dikemukakan bahwa minat akan timbul bilamana ada unsur-unsur sebagai berikut : tersedianya suatu hal yang menarik minat, terdapat kontras, yaitu perbedaan antara hal yang satu dengan lainnya, sehingga apa yang menonjol itu menumbuhkan perhatian, terdapat harapan untuk mendapat keuntungan atau mungkin gangguan dari hal yang dimaksudkan.
Itulah beberapa hal yang dapat menimbulkan suatu komunikasi yang efektif. Sudah barang tentu untuk menciptakan keefektifan tidaklah semudah yang dipaparkan dalam tulisan di atas, karena faktor-faktor lain seperti kejiwaan, lingkungan dan budaya turut memainkan peranannya.
Komunikasi efektif dipandang sebagai suatu hal yang penting dan kompleks[15] Dianggap penting karena ragam dinamika kehidupan (bisnis, politik, misalnya) yang terjadi biasanya menghadirkan situasi kritis yang perlu penanganan secara tepat, munculnya kecenderungan untuk tergantung pada teknologi komunikasi, serta beragam kepentingan yang ikut muncul.
Stephen Covey[16] menekankan konsep kesaling-tergantungan (interdependency) untuk menjelaskan hubungan antarmanusia. Unsur yang paling  penting dalam komunikasi bukan sekadar pada apa yang  ditulis atau dikatakan, tetapi lebih pada karakter dan bagaimana menyampaikan pesan kepada penerima pesan. Jika kata-kata ataupun tulisan seseorang dibangun dari teknik hubungan manusia yang dangkal (etika kepribadian), bukan dari diri seseorang yang paling dalam (etika karakter), maka orang lain akan melihat atau membaca sikap orang lainnya. Jadi syarat utama dalam komunikasi efektif adalah karakter yang kokoh yang dibangun dari pondasi integritas pribadi yang kuat.
Menurut Stephen Covey[17], justru komunikasi merupakan ketrampilan yang paling penting dalam hidup seseorang. Orang menghabiskan sebagian besar jam di saat mereka sadar dan bangun untuk berkomunikasi. Sama halnya dengan pernafasan, komunikasi seseorang dianggap sebagai hal yang otomatis terjadi begitu saja, sehingga seseorang tidak memiliki kesadaran untuk melakukannya dengan efektif. Seseorang tidak pernah secara khusus mempelajari bagaimana menulis dengan efektif, bagaimana membaca dengan cepat dan efektif, bagaimana berbicara secara efektif, apalagi bagaimana menjadi pendengar yang baik. Bahkan untuk yang terakhir, yaitu ketrampilan untuk mendengar tidak pernah diajarkan atau dipelajari dalam proses pembelajaran yang dilakukan baik di sekolah formal maupun pendidikan informal lainnya. Bahkan menurut Covey, hanya sedikit orang yang pernah mengikuti pelatihan mendengar, sebagian besar pelatihan tersebut adalah teknik etika kepribadian, yang terpotong dari dasar karakter dan dasar hubungan yang mutlak vital bagi pemahaman seseorang terhadap keberadaan orang lain.
Menurut Suranto AW kefektifan komunikasi interpersonal dapat dijelaskan dari perspektif the 5 five invitable laws of effective communication atau 5 (lima) hukum komunikasi efektif[18]. Lima hukum itu meliputi : respect, emphaty, audible, clarity, dan humble disingkat REACH yang berarti meraih. Hal ini relevan dengan prinsip komunikasi interpersonal, yaitu sebagai upaya bagaimana meraih perhatian, pengakuan, cinta kasih, simpati, maupun respon positif dari orang lain.
Pertama, respect (Sikap menghargai)
Hukum pertama dalam mengembangkan komunikasi interpersonal yang efektif adalah respect, ialah sikap menghargai setiap individu yang menjadi sasaran pesan yang disampaikan. Rasa hormat dan saling menghargai merupakan hukum yang pertama dalam berkomunikasi dengan orang lain. Ingatlah bahwa pada prinsipnya manusia ingin dihargai dan dianggap penting. Jika seseorang harus mengkritik atau memarahi orang lain, lakukan dengan penuh respek terhadap harga diri dan kebanggaan seseorang. Jika seseorang membangun komunikasi dengan rasa dan sikap saling menghargai dan menghormati, maka orang tesebut dapat membangun kerjasama yang menghasilkan sinergi yang akan meningkatkan kualitas hubungan antarmanusia.
Kedua, empathy (menjadi orang lain)
Empathy adalah kemampuan seseorang untuk menempatkan dirinya pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Komunikasi empatik dilakukan dengan memahami dan mendengar orang lain terlebuh dahulu, seseorang dapat membangun keterbukaan dan kepercayaan yang diperlukan dalam membangun kerjasama atau sinergi dengan orang lain. Rasa empati akan meningkatkan kemampuan seseorang untuk dapat menyampaikan pesan dengan cara dan sikap yang akan memudahkan komunikan menerimanya. Dengan memahami perilaku komunikan, maka seseorang dapat empati dengan apa yang menjadi kebutuhan, keinginan, minat, harapan dan kesenangan dari komunikan.
Ketiga, audible ( dapat dimengerti dengan baik)
Makna dari audible antara lain ; dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik. Jika empati berarti seseorang harus mendengar terlebih dahulu ataupun mampu menerima umpan balik dengan baik, makna audible berarti pesan yang  disampaikan  dapat diterima oleh pemberi pesan.
Keempat, Clarity (kejelasan pesan)
Selain pesan harus dapat dimengerti dengan baik, maka hukum ke empat yang terkait dengan itu adalah kejelasan dari pesan itu sendiri sehingga tidak menimbulkan multi interpretasi atau berbagai penafsiran yang berlainan. Clarity juga dapat berarti keterbukanan dan transparansi. Dalam berkomunikasi interpersonal seseorang perlu mengembangkan sikap terbuka, sehingga dapat menimbulkan rasa percaya dari penerima pesan.
Kelima, Humble (sikap rendah hati)
Hukum kelima dalam membangun komunikasi interpersonal yang efektif adalah sikap rendah hati. Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan hukum pertama untuk membangun rasa menghargai orang lain, biasanya didasari oleh sikap rendah hati yang dimiliki. Sikap rendah hati pada intinya antara lain, sikap melayani, sikap menghargai mau mendengar dan menerima kritik, tidak sombong dan memandang rendah orang lain, berani mengakui kesalahan, rela memaafkan, lemah lembut dan penuh pengendalian diri, serta mengutamakan kepentingan yang lebih besar[19].
 Jika komunikasi dibangun berdasarkan pada lima hukum[20] pokok komunikasi    yang efektif ini, maka seseorang dapat menjadi komunikstor yang handal dan dapat menyampaikan pesan dengan cara yang sesuai dengan keadaan komunikan. Komunikasi interpersonal yang tidak mempertimbangkan keadaan komunikan, akan menghasilkan komunikasi yang arogan, satu arah, dan seringkali menjengkelkan orang lain.

Perspektif Baru Komunikasi Efektif
Berdasarkan beberapa kajian komunikasi efektif sebagaimana diuraikan di atas, bila dikaitkan dengan konsep komunikasi efektif maka dapat dijelaskan bahwa semua uraian dan kajian dari berbagai sudut pandang tersebut ditemukan perspektif baru yang dapat dikelompokkan menjadi tiga hal utama yaitu komunikator efektif, pesan efektif dan komunikan efektif[21].
Sebagaimana diuraikan sebelumnya, bahwa teori komunikasi efektif terdiri dari beberapa konsep dan pandangan ilmuan komunikasi efektif. Diantaranya pandangan A. Devito[22], B. Aubrey Fisher, pandangan Kelman[23], dan pandangan Jalaludin R, et.al seperti, lima hukum komunikasi efektif[24], pandangan Jalaludin Rahmat[25] dan lain-lain. Dari beberapa pandangan dan konsep tersebut, bangunan dan teori komunikasi efektif mengarah pada tiga tolak ukur atau karakteristik komunikasi efektif dengan berbagai indikatornya yaitu, komunikator efektif, pesan efektif dan komunikan efektif.
Komunikator efektif atau effective Sender
Komunikator efektif memiliki indikator sebagaimana penjelasan berikut : Komunikator harus kredibel, cafable, simpatik, antusias, respek, dan empatik. Memiliki sifat humble (rendah hati). Komunikator memiliki sikap saling memahami, pengertian, dan menimbulkan kesenangan. Komunikator harus memiliki daya tarik, intelektual, integritas,  terpercaya, peka sosial, emosi stabil, dan memahami kondisi psikis komunikan dan komunikator harus bersikap supel, ramah, dan tegas.

Pesan efektif atau effective message
Pesan efektif memiliki indikator meliputi : Pesan harus clarity ; Pesan yang jelas dan tepat ucapan, dan  tidak menimbulkan multi interpretasi. Pesan harus audible : pesan diterima dan dimengerti dengan baik oleh komunikan. Pesan disampaikan saat suasana mendukung, bahasa mudah difahami, isi pesan menggugah, dan menimbuhkan penghargaan dari komunikan. Pesan perlu dirancang atau dikonsep sebelum disampaikan. Lambang-lambang yang dipergunakan harus benar-benar dapat dipahami oleh kedua belah pihak, yaitu komunikator dan komunikan. Terdapat pesan atau informasi yang praktis, berguna, dan membantu komunikan melakukan tindakan yang diinginkan. Berikan fakta, buka kesan dengan cara menyampaikan kalimat kongkrit, detail, dan spesifik disertai bukti untuk mendukung opini. Terakhir, tawarkan rekomendasi dengan cara mengemukakan langkah-langkah yang disarankan untuk membantu komunikan menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Komunikan efektif atau effective receiver
Selanjutnya adalah komunikan efektif memiliki indikator meliputi : Komunikan bisa saling memahami, pengertian, dan menimbulkan kesenangan antara kedua belah pihak. Komunikan tergugah dengan isi pesan dan menimbuhkan penghargaan. Komunikan berubah perilakunya. (Internalisasi atau internalization; perubahan perilaku komunikan). Komunikan puas dan meniru pikiran dan perilaku komunikatornya, (identifikasi diri atau self identification), Komunikan tunduk dan taat pada komunikator karena faktor power komunikator. (Ketundukan atau compliance). Komunikan yang cakap akan mudah menerima dan mencerna materi yang diberikan oleh komunikator. Komunikan yang mempunyai pengetahuan yang luas akan mudah menerima informasi yang diberikan oleh komunikator. Komunikan yang bersifat ramah, supel dan pandai bergaul agar tercipta proses komunikasi yang lancar. Komunikan harus memahami dengan siapa ia berbicara. Terakhir, komunikan bersikap bersahabat dengan komunikator.  



DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abduh, Muhammad (terj.) Haris Fadillah. Islam. Ilmu Pengetahuan dan
Masyarakat Madani. Raja Grafindo, Jakarta, 2004.

Amal, Taufik Adnan. Ahmad Khan: Bapak Tafsir Modern. Jakarta: Teraju, 2004.

Abduh, Muhammad, Islam; Ilmu Pengetahuan dan Masyarakat Madani,  terj oleh
Haris ` Fadillah. Jakarta: Raja Grafindo, 2004.

Anshari, Endang Saifuddin, Ilmu, Filsafat dan Agama, Surabaya: Bina Ilmu,
cet.vii, 1987.
Asad M. Alkalali, ”Kamus Indonesia Arab”, PT Bulan Bintang, Jakarta 1997
Aziz, Moh. Ali. Public Speaking (Gaya dan Teknik Pidato Dakwah). UIN Sunan
Ampel Press, Surabaya, cet.2, 2018 

Bakar,  Osman, Tawhid and Science; Islamic perspective on Religion and
Science, Malaysia: sdn BHR, 2008.
Bakhtiar, Amsal, Filsasat Ilmu,. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004.
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahanya. PT Kumodasmono Grafindo Semarang,
tahun 1994.
Gie, The Liang, Pengantar Filsafat Ilmu,. Yogyakarta: Liberty, 2004.
Hefni, Harjani. Komunikasi Islam. Prenada Media Group, Jakarta, 2015
Isma’il, Muhammad al-Husain, Kebenaran Mutlak,. Jakarta: SAHARA, 2006
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung : Rosdakarya, 1999)
Johnson, Daniel, Peter Sutton dan Neil Haris. Extreme Programming Requires.
Extremely Effective Communication Bandung: Remaja Rosdakarya. 2001

Kustadi Suhandang. Ilmu Dakwah ; Perspektif Komunikasi, Remaja Rosdakarya,
                 Bandung, cet. i. 2013

Liliweri, Allo Makna Budaya dalam Komunikasi Antar Budaya, LKiS,
Yogyakarta, cet.ii. 2003

Muis, A. Komunikasi Islami, Institut Islam Negeri Makasar . Press, 1998

Mufid, Muhammad. Etika dan Filsafat Komunikasi, Kencana Prenada Media
                 Group, Jakarta, cet. iii. 2012
Nurdin, Ali. Taksonomi Komunikasi dalam al-Qur’a>n; Studi Tentang Klasifikasi
Ayat al-Qur’an dalam Dimensi Komunikasi, INSA Press. Surabaya. 2011
Nasr, Seyyed Hossein, The Heart of Islam, Bandung: Mizan, 2003.
Onong Uchyana Efendi. Dinamika Komunikasi, Remaja Rosda Karya Bandung.
2004
..........................,. Ilmu Komunikasi. Remaja Rosda Karya. Bandung. Cet. xx.
2006

Perloff, Richard M. The Dynamics Of Persuasion Communication and Attitudes
in the 21st Century, Cleveland State University Lawrence Erlbaum Associates, Mahwah New Jersey London, 2003

Qadir, Ilmu Pengetahuan dan Metodenya,. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
1938.

Rahman, Afzalur. Al-Qur’an Sumber Ilmu Pengetahuan, Rineka Cipta, Jakarta,
cet iii. 2000

Rahardjo, Dawam. Paradigma Al-Quran Metodologi Tafsir dan Kritik Sosial.
Jakarta Shabuni, Muhammad Ali, Mukhtashar Tafsîr Ibn Katsîr, Beirut: Da>r al-Rasyad,  t. th.

Salam, Burhanuddin. Pengantar Filsafat, Jakarta : PT. Bumi Askara. 2005

Santoso S. Hamijoyo. Landasan Ilmiah komunikasi, Diktat Mata kuliah PPs Ilmu
Komunikasi Universitas Dr. Soetomo. 2004

.........................., Komunikasi Partisipatoris, Humaniora. Bandung. 2006 
Shannon, “A Mathematical Theory of Communication”, Bell Syst. Tech., J., vol
27, pp. 379-423, 623-656, July-Ock. 1948
Soedewo, Ilmu Pengetahuan dan Agama,. Jakarta: Darul Kutubil Islamiyah, 2007.
Suria Sumantri, Jujun S, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer Jakarta :
Pustaka Sinar Harapan, 2003.

Sarwar, Al Haj Al Hafidz Ghulam (terj.) Filsafat al-Qur’an. Pustaka Firdaus,
Jakarta, cet. Ii, 1995

Sadiqin, Ali. Antropologi Al-Qur’an ; Model Dialektika Wahyu dan Budaya. Ar-
Ruz Media, Yogyakarta, cet. Iii, 2013
                                 
Soedewo. Ilmu Pengetahuan dan Agama, Jakarta: Da>rul Kutubil Isla>miyah, 2007  

Sarbini, Amirullah, dkk. Al-Qur’an dan Kerukunan Hidup Umat Beragama ;
Refleksi Cendekiawan Muslim Muda untuk Perdamaian Dunia, PT. Elex Media Komputindo , Jakarta, 2011

Team MTD Training, Influencing and Persuasion Skills, Bookboon.com, 2010

Tim Departemen Agama RI. Tafsir Al-Qur’an Tematik,Pembangunan Ekonomi
Umat” Penerbit Aku Bisa. Jakarta. 2013

Toha, Agus, dkk. Komunikasi Islam Dari Zaman ke Zaman. Arikha Media
                 Jakarta. Cet. 1. 1990

Umari, Akram Dhiyauddin, Masyarakat Madani: Tinjauan Historis kehi­dupan
Zaman Nabi, (Jakarta: Gemma Insani Press), 1999.

Widjono Hs, “ Bahasa Indonesia”, PT.Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta
2007
Waryono Abdul Ghofur, Hidup Bersama Al-Qur’an ; Jawaban Al-Qur’an
Terhadap Problematika Sosial. Pustaka Rihlah, Yogyakarta, cet. i. 2007

Zainuddin, M. Filsafat Ilmu Perspektif pemikiran Islam. Jakarta. Perpustakaan
Nasional: katalog Dalam Terbitan, 2006
Zubair, Achmad Charris, Dimensi Etik dan Asketik Ilmu Pengetahuan Manusia,. Yogyakarta: LESFI, 2002.





[1]B.Aubrey Fisher. Perspective of Human Communication (Teori-Teori Komunikasi). 1978. Penerjemah Soejono (PT. Remaja Rosdakarya Bandung, 1986), 435-436.
[2] Jalaludin Rahmat. Psikologi Komunikasi. (Remaja Rosdakarya. Bandung, 2008), 17
[3]Suranto AW. Komunikasi Interpersonal. (Graha Ilmu. Yogyakarta, 2011), 77
[4] Suranto AW. Komunikasi Interpersonal. (Graha Ilmu. Yogyakarta, 2011), 79
[5]Poin-poin prinsip komunikasi efektif tersebut merupakan hasil rangkuman penulis dalam mengkaji ilmu komunikasi.
[7] Lihat Suranto AW. Komunikasi Interpersonal,. (Graha Ilmu, Yogyakarta, 2011), 83.
[8]Suranto AW. Komunikasi Interpersonal. (Graha Ilmu, Yogyakarta, 2011), 84.
[9] Lihat B. Aubrey Fisher. Perspective on Human Communication. 1978. Edisi Indonesia : Teori- Teori Komunikasi. Penyunting ; Jalaludin Rahmat, penerjemah : Soejono Trimo, MLS. (Remaja Rosdakarya, Bandung 1986), 430-437.
[10]Ibid,, 435-436
[11]Joseph A.Devito. The Interpersonal Coomunication (Fifth Edition), Hunter College of the city University of New York. Edisi Indonesia : Komunikasi Antar Manusia -terj. Agus Maulana. (Karisma Publishing Group, Jakarta. 2011).  Pesan yang tersampaikan dengan benar dan tepat sesuai keinginan sang komunikator, menunjukkan bahwa komunikasi dapat berjalan secara efektif. Agar komunikasi bisa berlangsung efektif, perlu diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut Scoot M Cultip dan Allen dalam bukunya "Effective Public Relations", faktor-faktor tersebut disebut dengan "The Seven Communication". Meliputi :  Credibility, Context, Content, Clarity , Continuity and Consistency, Capability of Audience, Channels of Distribution

                                                                                                                                                               
[12]Kelman, Communication and Public Opinion, dalam Carison, ed., New Work, Praeger. 1975., dalam Hamidi, Metode Penelitian dan Teori Komunikas, (UMM Malang, cet.2., 2007), 74.
[13]Jalaludin Rahmat, Psikologi Komunikasi, (Rosdakarya, Bandung, 2008), 13.
[14]Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003).
[15]Mingay, 2005: 2; dan Soller, Lesgold, Linton dan Goodman, 1999, 1-8
[16]Dalam Warsito, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta, Gramedia Widiasarana Indonesia, 2005), 5.
[17] Warsito, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2005), 7
[18]Suranto AW. Komunikasi Interpersonal. (Graha Ilmu. Yogyakarta. 2011), 80.
[19]Ajimahendra.blogspot.com. diakses ahad, 11 Januari 2016, pukul 09.00
[20] www.edoparnando27.wordpress.com/komunikasi-efektif/ diakses kamis, 13 Desember 2015, pukul  21.15
[21] Selain 3 (tiga) indikator komunikasi efektif tersebut terdapat indikator sekunder lainnya, yaitu channel (media), konteks, umpan balik, gangguan, dan efek komunikasi. Lihat Nani Yulianita, dalam Komunikasi Pemasaran. Bandung Unpad Press. 2005
[22]Joseph A.Devito. The Interpersonal Coomunication (Fifth Edition), Hunter College of the city University of New York. Edisi Indonesia : Komunikasi Antar Manusia (terj. Agus Maulana). Karisma Publishing Group, Jakarta. 2011.  Pesan yang tersampaikan dengan benar dan tepat sesuai keinginan sang komunikator, menunjukkan bahwa komunikasi dapat berjalan secara efektif. Agar komunikasi bisa berlangsung efektif, perlu diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut Scoot M Cultip dan Allen dalam bukunya "Effective Public Relations", faktor-faktor tersebut disebut dengan "The Seven Communication". Meliputi : Credibility, Context, Content, Clarity, Continuity and Consistency, Capability of Audience, Channels of Distribution
[23]Kelman, Communication and Public Opinion, dalam Carison, ed., New Work, Praeger. 1975., dikutip Hamidi, Metode Penelitian dan Teori Komunikas, (UMM Malang, cet.2., 2007), 74.
[24]Suranto AW. Komunikasi Interpersonal. (Graha Ilmu. Yogyakarta. 2011), 77.
[25]Jalaludin Rahmat. Psikologi Komunikasi, (Remaja Rosdakarya. Bandung, 2008).



Post a Comment

Previous Post Next Post