MOTIVASI
DALAM KAJIAN PRILAKU
ORGANISASI
Pendahuluan
Dalam
pembahasan mengenai motivasi dalam organisasi sejatinya merupakan hal yang
sangat penting dan tak terelakkan. Sebagaimana yang umum diketahui mengenai
definisi organisasi yaitu kumpulan individu yang mempunyai tujuan dan visi yang
sama. Dan tentu saja, jika berbicara tentang sesuatui yang ingin diraih, baik itu konteks nya pada
individu maupun sebuah kelompok, tidak dapat dipungkiri motivasi merupakan
faktor dengan prosentasi penting yang tinggi.
Motivasi
sendiri berhubungan dengan kekuatan (dorongan) yang ada pada diri seseorang,
yang notabenenya adalah bagian dari sebuah kelompok atau organisasi. Dan
motivasi ini mengarah pada kualitas kerja seseorang, namun tentunya setiap
orang atau individu di dalam organisasi tidaklah sama kadar kualitas kerjanya.
Untuk itu lah, peran manajemen organisasi disini menjadi penting agar setiap
individu dalam kelompok mempunyai motivasi yang sama demi tercapainya kualitas
kerja yang baik.
Dalam
kajian motivasi sendiri ada beberapa hal yang terkait dengan bagaimana
meningkatkan motivasi pada seseorang, faktor apa saja yang berkaitan dengan
motivasi dan lain sebagainya. Juga mengenai teori-teori motivasi, begitu banyak
pembagian dan klasifikasinya.
Dalam tulisan ini akan mencoba membahas mengenai kajian motivasi ini yang
juga disusun sebagai bahan bacaan dalam kajian Perilaku Organisasi.
Tentunya pun dalam tulisan ini masih sangat banyak kekurangannya, sehingga
kritik dan saran konstruktif sangat kami perlukan demi hasil yang lebih baik
lagi kedepannya.
A.
Definisi
Motivasi Organisasi
Istilah
motivasi (motivation) berasal dari bahasa latin yakni Movere,
yang berarti “menggerakkan” (to move). Ada banyak perumusan mengenai
motivasi, menurut Mitchell motivasi mewakili proses-proses psikologika,
yang menyebabkan timbulnya, diarahkanya dan terjadinya persistensi
kegiatan-kegiatan suka rela (volunter) yang diarahkan ketujuan tertentu. Ada
banyak sekali pendapat mengenai motivasi yang ungkapkan oleh para ahli. Seperti
diantaranya :
1.
Menurut RA.
Supriyono, motivasi adalah kemampuan untuk berbuat sesuatu, sedangkan motif
adalah kebutuhan, keinginan, dorongan untuk berbuat sesuatu. Motivasi seseorang
di pengaruhi oleh stimuli kekuatan, intrinsic yang ada pada individu yang
bersangkutan. Stimuli eksternal mungkin dapat pula mempengaruhi motivasi tetapi
motivasi itu sendiri mencerminkan reaksi individu terhadap stimuli tersebut
(Supriyono,2003).
2.
Menurut Gray
menyatakan bahwa motivasi merupakan hasil sejumlah proses, yang bersifat
internal atau eksternal bagi seseorang individu, yang menyebabkan timbulnya
sikap antusiasme dan persistensi dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan
tertentu (Gray, 2001).
3.
Menurut Ellen
A. Benowitz, motivasi adalah “kekuatan yang menyebabkan individu bertindak
dengan cara tertentu. Orang punya motivasi tinggi akan lebih giat bekerja,
sementara yang rendah akan sebaliknya.
Sedangkan organisasi dapat kita
artikan sesuai dengan pengertian yang diberikan oleh beberapa ahli. Stoner
mengatakan bahwa organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang melalui
mana orang-orang di bawah pengarahan atasan mengejar tujuan bersama.
Prof Dr. Sondang P. Siagian,
mendefinisikan “organisasi ialah setiap bentuk persekutuan antara dua orang
atau lebih yang bekerja bersama serta secara formal terikat dalam rangka
pencapaian suatu tujuan yang telah ditentukan dalam ikatan yang mana terdapat
seseorang / beberapa orang yang disebut atasan dan seorang / sekelompok orang
yang disebut dengan bawahan.”
Drs. Malayu S.P Hasibuan mengatakan
“organisasi ialah suatu sistem perserikatan formal, berstruktur dan
terkoordinasi dari sekelompok yang bekerja sama dalam mencapai tujuan tertentu.
Organisasi hanya merupakan alat dan wadah saja.”
Prof. Dr. Mr Pradjudi Armosudiro mengatakan
“organisasi adalah struktur pembagian kerja dan struktur tata hubungan kerja
antara sekelompok orang pemegang posisi yang bekerjasama secara tertentu untuk
bersama-sama mencapai tujuan tertentu.
James D Mooney berpendapat bahwa “Organization
is the form of every human, association for the assignment of common purpose”
atau organisasi adalah setiap bentuk kerjasama untuk pencapaian suatu tujuan
bersama.
Chester L Bernard (1938) mengatakan
bahwa “Organisasi adalah system kerjasama antara dua orang atau lebih ( Define
organization as a system of cooperative of two or more persons ) yang
sama-sama memiliki visi dan misi yang sama.
Sehingga
dapat kita tarik kesimpulan bahwa motivasi dalam organisasi adalah pemberian
daya penggerak dari seluruh system yang ada dalam sebuah organisasi sehingga
tujuan organisasi tersebut dapat tercapai.
B.
Teori Hirarki
Kebutuhan
Menurut Hilgard dan Atkinson, tidaklah mudah
untuk menjelaskan motivasi, sebab :
- Pernyataan motif antar orang adalah tidak sama, budaya yang berbeda akan menghasilkan ekspresi motif yang berbeda pula.
- Motif yang tidak sama dapat diwujudkan dalam berbagai prilaku yang tidak sama.
- Motif yang tidak sama dapat diekspresikan melalui prilaku yang sama.
- Motif dapat muncul dalam bentuk-bentuk prilaku yang sulit dijelaskan.
- Suatu ekspresi prilaku dapat muncul sebagai perwujudan dari berbagai motif.
Berikut
ini dikemukakan uraian mengenai hirarki kebutuhan atau motif yang ada pada
manusia sebagai faktor pendorong dari prilaku manusia, menurut Abraham Maslow
:
- Motif Kekuasaan, merupakan kebutuhan manusia untuk memanipulasi manusia lain melalui keunggulan-keunggulan yang dimilikinya. Clelland menyimpulkan bahwa motif kekuasaan dapat berfifat negatif atau positif. Motif kekuasaan yang bersifat negatif berkaitan dengan kekuasaan seseorang, sedangkan motif kekuasaan yang bersifat positif berkaitan dengan kekuasaan sosial (power yang dipergunakan untuk berpartisipasi dalam mencapai tujuan kelompok).
- Motif Berprestasi, merupakan keinginan atau kehendak untuk menyelesaikan suatu tugas secara sempurna, atau sukses didalam situasi persaingan (Chelland). Menurut dia, setiap orang mempunyai kadar ‘n Ach’ (needs for achievement) yang berlainan. Karakteristik seseorang yang mempunyai kadar ‘n Ach’ yang tinggi (high achiever) adalah :
1.
Risiko moderat
(Moderate Risks) adalah memilih suatu resiko secara moderat
2.
Umpan balik
segera (Immediate Feedback) adalah cenderung memilih tugas yang segera dapat
memberikan umpan balik mengenai kemajuan yang telah dicapai dalam mewujudkan
tujuan, cenderung memilih tugas-tugas yang mempunyai criteria performansi yang
spesifik.
3.
Kesempurnaan
(accomplishment) adalah senang dalam pekerjaan yang dapat memberikan kepuasaan
pada dirinya.
4.
Pemilihan
tugas adalah menyelesaikan pekerjaan yang telah di pilih secara tuntas dengan
usaha maiksimum sesuai dengan kemampuannya.
- Motif Untuk Bergabung, menurut Schachter motif untuk bergabung dapat diartikan sebagai kebutuhan untuk berada bersama orang lain. Kesimpulan ini diperoleh oleh Schachter dari studinya yang mempelajari hubungan antara rasa takut dengan kebutuhan berafiliasi.
- Motif Keamanan (Security Motive), merupakan kebutuhan untuk melindungi diri dari hambatan atau gangguan yang akan mengancam keberadaannya. Di dalam sebuah perusahaan misalnya, salah satu cara untuk menjaga agar para karyawan merasa aman di hari tuanya kelak, adalah dengan memberikan jaminan hari tua, pesangon, asuransi, dan sebagainya.
- Motif Status (Status Motive), merupakan kebutuhan manusia untuk mencapai atau menduduki tingkatan tertentu di dalam sebuah kelompok, organisasi atau masyarakat.
Gambar Piramida Hirarki Kebutuhan
Abraham Harold Maslow 1943
C.
Teori Motivasi
Sebagai sebuah
konsep, motivasi perlu dijelaskan berdasarkan kaitan antar fakta yang ada di
dalamnya secara empiris. Dengan demikian, lahirlah teori-teori yang meneliti
seputar motivasi. Secara umum, para ahli membagi teori motivasi kepada 3 (tiga)
bagian :
a.
Teori Motivasi
Pemuasan
Teori-teori
motivasi pemuasan fokus pada penjelasan dan pemprediksian perilaku berdasarkan
kebutuhan manusia. Alasan utama orang bertindak adalah demi memenuhi kebutuhan
atau keinginannya untuk merasa puas. Sebab itu, penting memahami teori motivasi
pemuasan (kebutuhan). Orang ingin puas dalam bekerja, dan mereka akan
meninggalkan suatu perusahaan untuk melamar di perusahaan lain demi memenuhi kebutuhan
mereka. Kunci suksesnya kepemimpinan adalah memenuhi kebutuhan para pekerja
sementara mereka diharuskan mencapai tujuan organisasi.
i. Teori Dua Faktor
Teori
2 Faktor dikembangkan oleh Frederick Herzberg tahun 1960-an. Herzberg
mengkombinasikan kebutuhan tingkat rendah ke dalam satu klasifikasi yang ia
sebut Hygiene-Maintenance, dan kebutuhan tingkat tinggi ke dalam
satu klasifikasi yang dia sebut Motivator. Teori Dua Faktor berpendapat
bahwa orang termotivasi oleh motivator ketimbang faktor maintenance-hygiene.
Bagi
Herzberg, faktor maintenance-hygiene juga dapat disebut sebagai motivator
yang bersifat ekstrinsik karena motivasi tersebut datang dari luar diri pekerja
atau pekerjaan itu sendiri. Motivasi ekstrinsik ini termasuk gaji, keamanan
pekerjaan, jabatan, kondisi kerja, jaminan perusahaan, dan hubungan kerja.
Faktor-faktor ini berhubungan dengan hal memenuhi kebutuhan tingkat rendah.
Bagi
Herzberg pula, faktor Motivator disebut sebagai motivator intrinsik
karena motivasi tersebut datang dari dalam diri pekerja melalui pekerjaan itu
sendiri. Motivator instrinsik termasuk prestasi, pengakuan, tantangan, dan
kemajuan. Faktor-faktor ini berhubungan dalam pemenuhan kebutuhan tingkat
tinggi dan lebih baik dalam memberikan motivasi ketimbang faktor-faktor
ekstrinsik. Jika seorang pekerja melakukan pekerjaan secara benar bahkan lebih
dari yang diharapkan, maka reward akan diperoleh adalah pengumuman
atasan atas prestasinya tersebut. Kira-kira demikian contoh dari motivasi
intrinsik tersebut.
Model
motivasi Dua Faktor Herzberg didasarkan pada riset, yang menyatakan
ketidaksetujuan atas pandangan tradisional yang menganggap kepuasan dan
ketidakpuasan berada selalu berada dalam posisi yang saling berseberangan pada
satu kontinum (model satu dimensi). Bagi mereka, terdapat 2 kontinum: yaitu
kontinum bukan tak puas oleh lingkungan (maintenance) hingga ke
arah tak puas, dan dari terpuaskan oleh pekerjaan itu sendiri
(termotivasi) hingga tak terpuaskan (tak termotivasi).
Pekerja
berada pada kontinum tidak puas hingga bukan tidak puas dengan
lingkungannya. Herzberg berdalih bahwa sekadar menyediakan faktor maintenance
(pemeliharaan) akan mempertahankan pekerja untuk tetap menjadi tidak puas,
dan hal tersebut tidak akan membuat mereka terpuaskan atau memotivasi
mereka.
Sehubungan
dengan faktor-faktor pemeliharaan, Herzberg yakin bahwa jika pekerja yang
dianggap rendah kinerjanya lalu diberikan kenaikan gaji, maka mereka hanya akan
beranjak ke posisi dari tak puas menjadi bukannya tak puas. Namun,
setelah ditunggu sekian lama, pekerja tersebut tidak juga menunjukkan
peningkatan kinerja. Hal ini terjadi karena perhatian hanya diberikan secara satu
dimensi. Manajemen perlu pula memperhatikan faktor-faktor motivator agar
menjadi tinggi sehingga pekerja menjadi termotivasi. Sehingga Herzberg
berkata bahwa manajemen harus fokus pada satu-satunya motivator : Pekerjaan
itu sendiri. Skema motivasi dari Herzberg sebagai berikut:
Gambar Teori Dua Faktor Motivasi
versi Herzberg 1964
Pandangan
umum bahwa uang merupakan motivator menganggap bahwa uang berdampak lebih pada
sejumlah orang ketimbang lainnya, dan ia akan memotivasi sejumlah pekerja.
Kendati demikian, uang bukan satu-satunya yang memotivasi pekerja untuk bekerja
lebih keras. Pernahkah anda beroleh kenaikan gaji? Apakah dengan kenaikan
tersebut, anda lebih termotivasi sehingga rajin bekerja dan produktif? Uang
memiliki batasan dalam kemampuannya memotivasi. Berapa banyak guru yang sudah
tersertifikasi tetapi tetap tidak juga menunjukkan peningkatan kinerjanya
terhadap peserta didik?
ii. Teori Kebutuhan Diperoleh
Teori
Kebutuhan Diperoleh berpendapat bahwa orang termotivasi oleh kebutuhan
mereka baik karena untuk prestasi, kekuasaan, dan afiliasi. Teori ini secara
garis besar sama dengan teori prestasi (nAch) dari David McClelland.
Namun, McClelland bukanlah satu-satunya penyumbang utama Teori Kebutuhan
Diperoleh ini. Selain McClelland, teori ini juga dikembangkan oleh Henry
Murray untuk kemudian diadaptasi oleh John Atkinson.
Penting
untuk pula memahami seberapa dekat hubungan antara sifat, perilaku, dan
motivasi. Kebutuhan Diperoleh juga secara luas diklasifikasikan sebagai
bentuk hubungan antara sifat dengan motivasi sejak McClelland dan lainnya yakin
bahwa kebutuhan sesungguhnya lebih didasarkan pada sifat personal seseorang. Setiap
orang punya tingkat kebutuhan yang berbeda-beda. Kebutuhan afiliasi McClelland
secara esensial sama dengan kebutuhan kepemilikan dari Maslow; kekuasaan dan
prestasi berhubungan dengan perhargaan, aktualisasi diri, dan perkembangan
diri. Teori motivasi McClelland tidak memasukkan kebutuhan tingkat rendah
seperti fisiologis dan keamanan.
Teori
Kebutuhan Diperoleh menyatakan bahwa semua orang punya kebutuhan untuk
berprestasi, berkuasa, dan berafiliasi, tetapi berbeda derajatnya. Terdapat
sejumlah fenomena yang mengindikasikan bahwa pria cenderung lebih berorientasi
pada prestasi dan kekuasaan sementara perempuan cenderung lebih berorientasi
hubungan. Sejumlah gagasan dasar bagi pemotivasian pekerja harus didasarkan
pada upaya pemenuhan kebutuhan dominan mereka, seperti diantaranya :
- Memotivasi
pekerja dengan nAch tinggi. Berikan mereka tugas yang menantang dan
bersifat tidak rutin, dengan tujuan yang jelas dan bisa dicapai. Berikan mereka
umpan balik yang sering dan cepat mengenai kinerja yang mereka tunjukkan.
Secara terus-menerus, tingkatkan pertanggungjawaban mereka dalam melakukan hal
baru.
- Memotivasi
pekerja dengan nPow (berkuasa) tinggi. Biarkan mereka berencana dan
mengendalikan pekerjaan mereka sebisa mungkin. Coba libatkan mereka dalam
pengambilan keputusan, utamanya tatkala mereka terkena dampak dari keputusan
tersebut. Mereka cenderung menunjukkan kinerja terbaiknya sendiri ketimbang
bersama anggota tim. Coba tempatkan mereka pada keseluruhan pekerjaan, bukan
sebagian dari pekerjaan.
-
Memotivasi pekerja dengan nAff (afiliasi) tinggi. Pastikan mereka
bekerja sebagai bagian dari tim. Mereka merinci kepuasannya sendiri atas orang
lain dengan mana mereka bekerja ketimbang dari pekerjaan itu sendiri. Berikan
mereka pujian dan pengakuan yang besar. Delegasikan pertanggungjawaban untuk
melakukan orientasi dan pelatihan pekerja baru pada mereka.
b. Teori Motivasi Proses
Teori-teori
motivasi proses fokus pada upaya memahami bagaimana pekerja menentukan
perilakunya dalam upaya memenuhi kebutuhan mereka. Teori-teori motivasi
proses lebih rumit ketimbang teori-teori motivasi pemuasan.
Teori-teori motivasi pemuasan secara sederhana difokuskan pada
pengidentifikasian dan pemahaman atas kebutuhan manusia. Teori-teori motivasi
proses beranjak lebih jauh dengan berupaya memahami mengapa orang punya
kebutuhan yang berbeda, mengapa mereka perlu perubahan, bagaimana dan mengapa
orang memilih mencoba memuaskan kebutuhannya dengan aneka cara, proses-proses
mental manusia saat mereka coba memahami situasi, dan bagaimana mereka menilai
kepuasan atas kebutuhannya sendiri.
i. Teori Equitas
Pekerja
ingin diperlakukan secara adil. Jika pekerja mengira keputusan organisasi dan
tindakan manajerial tidak adil, maka mereka akan mengalami rasa marah dan
dendam. Pekerja harus yakin bahwa mereka diperlakukan secara adil jika mereka
mau bekerja bersama secara efektif. Teori Ekuitas sesungguhnya merupakan
teori motivasi dari J. Stacy Adams, di mana pekerja dikatakan termotivasi untuk
mencari kesamaan sosial dalam hal reward yang mereka terima (output)
bagi kinerja yang mereka tunjukkan (input). Teori Equitas
berpendapat bahwa orang termotivasi tatkala mereka menganggap input sama dengan
output.
Lewat
proses teori equitas, orang memperbandingkan input mereka (upaya,
pengalaman, senioritas, status, kecerdasan) dan output (pujian,
pengakuan, gaji, keuntungan, promosi, peningkatan status, dukungan supervisor)
dengan apa yang berlaku pada pekerja lain.
Individu
lain yang kesetaraannya berusaha seorang pekerja perbandingkan dapat berupa
rekan kerja atau kelompok kerja yang sama atau berbeda organisasi, bahkan dalam
situasi yang hipotesis (“seandainya ....”). Kata yang kerap digunakan
dalam konteks kesetaraan ini adalah anggapan bukan aktual
dari input dan output. Orang lain mungkin menganggap bahwa Equitas
(kesamaan) adalah ada sehingga menyatakan bahwa orang yang mengeluh tentang
ketidaksetaraan adalah salah.
Distribusi
gaji yang equitable (sama) adalah penting bagi organisasi. Sayangnya,
banyak pekerja cenderung menginflasikan (melebih-lebihkan) upaya atau kinerja
mereka tatkala diperbandingkan dengan orang lain. Pekerja juga cenderung
menganggap rendah apa yang orang lain capai. Pekerja bisa jadi sangat
termotivasi dan terpuaskan hingga suatu saat mereka menemukan situasi di mana
orang lain menerima lebih baik ketimbang mereka di posisi yang
setara.
Perbandingan
dengan orang lain membawa seseorang pada tiga kesimpulan: (1) pekerja underrewarded
(kurang dihargai); (2) pekerja overrewarded (dihargai secara
berlebihan); dan (3) pekerja equitably rewarded (dihargai
sebagaimanamestinya).
ii. Teori Ekspektansi
Teori
Ekspektansi didasarkan pada rumus Victor Vroom yaitu motivasi =
ekspektansi x instrumentalitas x valensi. Teori Ekspektansi
berpendapat bahwa orang termotivasi tatkala mereka yakin bahwa ketika mereka
dapat menyelesaikan pekerjaannya, mereka akan mendapat reward, dan reward
tersebut akibat mereka melakukan tugas sebanding dengan usahanya.
Teori
ini berdasar pada asumsi berikut: Baik faktor internal (kebutuhan) dan
eksternal (lingkungan) berdampak pada perilaku; perilaku adalah keputusan
individu; orang punya perbedaan kebutuhan, hasrat, dan tujuan; dan orang
membuat keputusan berdasarkan anggapan mereka terhadap hasil (outcome).
Teori Ekspektansi terus populer hingga saat ini.
Terdapat
3 variabel yang harus memenuhi syarat dalam rumus Vroom agar motivasi terjadi,
yaitu :
- Ekspektansi (pengharapan) mengacu pada
anggapan seseorang seputar kemampuannya (kemungkinannya) untuk menyelesaikan
suatu tujuan. Umumnya, semakin tinggi pengharapan, semakin baik kesempatan
munculnya motivasi. Tatkala pekerja tidak yakin bahwa mereka dapat
menyelesaikan tujuan, mereka tidak akan termotivasi untuk mencobanya.
- Instrumentalitas mengacu pada keyakinan
bahwa kinerja akan berujung pada reward. Umumnya, semakin tinggi
instrumentalitas seseorang, semakin besar kesempatan munculnya motivasi. Jika
pekerja yakin mendapat reward, maka pada diri mereka akan muncul
motivasi. Tatkala mereka tidak yakin, pekerja tidak akan termotivasi. Contoh,
Jokoy yakin ia akan menjadi manajer yang baik dan ingin beroleh promosi.
Kendati demikian, Jokoy punya kendali lain di luar dirinya yang menyatakan
bahwa promosi hanya bisa dicapai melalui kerja keras. Jokoy benci kerja
keras. Dengan demikian, Jokoy tidak akan termotivasi untuk bekerja demi
promosi tersebut.
- Valensi mengacu pada nilai yang
seseorang posisikan selaku hasil atau reward. Umumnya, semakin tinggi
nilai (pentingnya) suatu outcome (hasil) atau reward, semakin
baik kesempatan munculnya motivasi. Contoh, seorang supervisor bernama Gadissa,
ingin seorang pekerja bernama Cantika, untuk bekerja keras. Jika Cantika ingin
beroleh promosi, ia mungkin akan termotivasi. Kendati begitu, jika suatu
promosi tidak penting bagi Cantika, promosi tersebut tidak akan memotivasi
Cantika.
iii. Teori Tujuan
Riset
yang diadakan oleh E.A. Locke dan sejawatnya menyingkap bahwa latar belakang
suatu tujuan punya efek positif atas motivasi dan kinerja. Prestasi tinggi akan
memotivasi individu untuk secara konsisten terlibat dalam perancangan tujuan.
Teori Tujuan berpendapat bahwa tujuan spesifik dan rumit akan memotivasi
orang. Perilaku kita punya tujuan yang mana biasanya demi memenuhi kebutuhan.
Sasaran memberi kita pemahaman akan tujuan sebagaimana pada mengapa kita
bekerja untuk memenuhi tugas yang diberikan.
c. Teori Penguatan
Seorang
teoretisi penguatan bernama Burrhus Frederic Skinner, menyatakan bahwa untuk
memotivasi pekerja tidaklah perlu-perlu amat mengidentifikasi dan
memahami kebutuhan (teori motivasi pemuasan) atau juga tidak perlu-perlu amat
memahami bagaimana pekerja memilih perilaku guna memenuhi kebutuhan tersebut
(teori motivasi proses). Apa yang manajer perlu untuk lakukan hanyalah memahami
hubungan antara pemberian perilaku tertentu dan akibat-akibat yang
ditimbulaknnya, untuk kemudian merancang suatu kontijensi yang menguatkan
perilaku yang diinginkan dan menghentikan perilaku yang tidak diinginkan.
Teori
Penguatan berpendapat bahwa melalui akibat-akibat dari suatu perilaku,
orang akan termotivasi untuk berbuat dengan cara yang sudah ditentukan
sebelumnya. Teori penguatan menggunakan modifikasi perilaku (penerapan
teori penguatan agar pekerja melakukan apa yang pemberi perilaku ingin mereka
lakukan) dan kondisi operasi (jenis dan jadual penguatan). Skinner menyatakan
bahwa perilaku dapat dipelajari lewat pengalaman seseorang akan akibat positif
ataupun negatif dari suatu perilaku. Tiga komponen dalam kerangka Skinner
sebagai berikut :
Gambar Teori Penguatan Motivasi
versi Skinner
Metaanalisis
rises empiris terkini selama lebih 20 tahun menemukan bahwa teori penguatan
mampu meningkatkan kinerja sebesar 17%. Sebab itu, teori penguatan dapat
dijadikan prediktor (penentu) yang konsisten atas perilaku kerja. Dalam bagan
di atas, perilaku adalah fungsi dari akibat-akibatnya sendiri. Pekerja belajar
apa perilaku yang harus mereka tunjukkan, dan bukan yang mereka kehendaki
sebagai hasil atau akibat atas pemberian perilaku tertentu.
Jenis-jenis Penguatan
i. Positif – Suatu metode
pemberdayaan perilaku secara terus-menerus adalah dengan menawarkan akibat yang
menarik (reward) bagi kinerja yang diinginkan. Contoh, seorang pekerja
datang ontime untuk rapat dan diberi reward oleh manajer berupa
ucapan terima kasih. Pujian digunakan guna melakukan penguatan. Penguatan
lainnya adalah gaji, promosi, cuti, dan peningkatan status. Penguatan positif
merupakan hasil dari hasil positif, dan merupakan motivator terbaik bagi
peningkatan produktivitas. Pemberian pujian merupakan bentuk penguatan positif.
ii. Penghindaran – Penghindaran
juga disebut penguatan negatif. Sebagaimana dengan penguatan positif, pekerja
diberdayakan untuk meneruskan perilaku yang diinginkan. Pekerja menghindari
akibat-akibat negatif. Contoh, seorang pekerja tepat waktu untuk rapat guna
menghindarkan diri dari penguatan negatif, seperti teguran atau dijewer
telinganya oleh atasan. Aturan didesain agar pekerja menghindari perilaku
tertentu. Kendati begitu, aturan bukanlah penghukuman. Penghukuman diberikan
hanya jika aturan dilanggar. Penghindaran ada di dalam sisi pekerja, di mana
mereka berusaha menghindar dari situasi yang tidak mereka inginkan.
iii. Pemusnahan – Ketimbang
memberdayakan perilaku yang diinginkan, pemusnahan merupakan upaya mengurangi
atau menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan dengan menahan penguatan
tatkala perilaku muncul. Contoh, seorang pekerja yang telat untuk rapat tidak
diberi reward dengan pujian. Atau manajer menahan reward nilai,
seperti penaikan upah, hingga saat pekerja menampilkan kinerja sesuai standar.
Dari cara pandang lainnya, manajer yang tidak mereward suatu kinerja
baik yang ditunjukkan pekerja dapat berakibat musnahnya perilaku tersebut.
Dengan kata lain, jika anda mengabaikan kinerja pegawai yang baik, kinerja baik
tersebut akan terhenti akibat pekerja berpikir “mengapa saya harus melakukan
kinerja bagus jika reward tidak kudapatkan?”
iv. Penghukuman – Penghukuman
digunakan untuk menyediakan akibat-akibat tidak diinginkan dari perilaku yang
tidak diharapkan. Contoh, seorang pekerja telat untuk rapat kemudian ditahan
oleh pimpinan dan ‘dikeramas.’ Bahwa dengan penghindaran tidak ada
penghukuman aktual; maka dianggap tindakan penghukuman saja yang mampu
mengendalikan perilaku. Metode lain penghukuman adalah pencabutan hak istimewa,
skorsing, denda, demosi, dan pemecatan. Penggunaan penghukuman dapat mengurangi
perilaku yang tidak diinginkan; tetapi ia tetap tidak akan menghalangi perilaku
tidak diinginkan lainnya untuk muncul seperti moral kerja yang rendah,
produktivitas yang rendah, dan tindakan seperti pencurian dan sabotase.
Penghukuman bersifat kontroversial dan merupakan metode yang paling kurang efektif
dalam memotivasi pekerja.
Red. Dari berbagai Sumber.
Post a Comment